Selasa, 24 Juni 2014

SELEMBAR PUISI UNTUK SANG DEWI

Kutitipkan sederet puisi di sana
Ada semerbak rindu dan cinta ingin ku sampaikan
Sebab, Aku memang selalu ingin menulis puisi untukmu
Tanpa koma dan tanpa titik di sana

Tak perlu cemas, tak perlu khawatir
Karena puisi selalu melahirkan keindahannya sendiri
Seperti Rumah Puisi ini, selalu indah dipandang
Ditemani Gunung Singgalang dan Merapi yang menjulang

Semoga saja kau membacanya, seperti kau baca getaran rindu

Padang Panjang, 30 Juni 2013

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=4868646998790&set=a.1235857581325.2032760.1375784295&type=3&src=https%3A%2F%2Fscontent-a-sin.xx.fbcdn.net%2Fhphotos-xfp1%2Ft31.0-8%2F977008_4868646998790_824995734_o.jpg&smallsrc=https%3A%2F%2Fscontent-a-sin.xx.fbcdn.net%2Fhphotos-prn2%2Fv%2Ft1.0-9%2F1014382_4868646998790_824995734_n.jpg%3Foh%3D8f92201bc6313e6069d5403298776b84%26oe%3D541AE6BD&size=2048%2C1536

SEMOGA HUJAN

http://onedayonejuz.org/post/detail/31/teori-terbentuknya-hujan


Semoga hujan di kotamu bukan butiran air matamu, sayang

Sebab air matamu selalu melahirkan rindu yang menggenang

Tak perlu cemas dengan hujan yang datang siang ini, karena di tanahku hujan pun turun dengan riang


Ada canda yang belum sempat kita selesaikan
Karena hujan terburu-buru datang dari kayangan
Mengeja setiap tutur yang tak terbalaskan

Bukan harap yang menjadi keniscayaan keabadian
Bukan pula percintaan Adam dan Hawa yang seringkali melenakan 
Tapi, karena kita tidak pernah bisa memahami pesan hujan

Barangkali, hujan kali ini berjodoh

13/10/2013 14:31 WIB

https://www.facebook.com/notes/abd-qadir-jailani-el-a/semoga-hujan/10151807529244751

Label:

PEMBENTUKAN KESAN POSITIF DALAM PEMILU MELALUI PENERAPAN PSIKOLOGI LINGKUNGAN (Lingkungan informasi dan Komunikasi)


Pendahuluan
Belakangan ini, pesta demokrasi tengah marak di Negara kita Indonesia. Pemilihan gubernur tergelar di berbagai tempat, februari yang lalu Jawa Barat menggelar pesta demokrasinya. Beberapa waktu yang lalu, Jawa Tengah dan Bali telah melaksanakan pemilihan umum (pemilu) gubernurnya, dan sebentar lagi Sumatera Selatan juga akan menggelar pemilu. Perhelatan akbar yang digelar dan dikemas dalam bentuk pemilu merupakan bagian dari sebuah paham demokrasi dalam suatu Negara, khususnya Indonesia.

Kaitannya dengan pemilu, desain politik yang dibangun oleh cagub atau cawagub telah membentuk persepsi publik terhadap mereka. Berbagai pencitraan positif dibangun untuk meraup suara terbanyak, memberikan kesan positif terhadap publikpun terjadi setiap waktu. Baik melalui media, atau terjun langsusng (blusukan) seperti yang dilakukan Joko Widodo, gubernur DKI Jakarta sekarang dari fraksi PDI-P di kala kampanyenya.

Baik itu cagub ataupun cawagub dalam proses pencalonannya, ketergantungan terhadap media sangat tampak. Di mana mereka mengiklankan pencalonannya di berbagai media, baik media cetak ataupun media elektronik lainnya. Kita bisa lihat, betapa lingkungan informasi dan keomunikasi (politik) tengah dibangun dengan tujuan untuk meraup suara terbanyak dalam pemilu.

Dalam konteks lingkungan informasi dan komunikasi yang dibangun oleh para cagub atau cawagub, khususnya pada media elektronik. Tentunya publik yang kesehariannya tidak terlepas mengikuti perkembangan informasi melalui media elektronik, perlahan akan mulai terhipnotis dengan desain politik tersebut. Pencitraan, blusukan dan membentuk kesan positif untuk publik menjadi senjata ampuh dalam liputan media.

Proses pembentukan kesan positif publik terhadap mereka yang mencalonkan diri menjadi cagub dan cawagub, menurut penulis diawali dengan sebuah pemahaman dalam teori psikologi lingkungan seperti yang ditulis Avin Fadilla Helmi (1999; 1), dalam buletin psikologi, berjudul Beberapa Teori psikologi Llingkungan bahwa manusia, dalam hal ini publik dianggap sebagai sebuah black-box yaitu kotak hitam yang siap dibentuk menjadi apa saja.

Dari itulah, pada tulisan ini penulis ingin mencoba membuat sebuah analisis sederhana terkait pemilu begitupun dengan lingkungan informasi dan komunikasi yang terbentuk di dalamnya. Dengan berbagai kasus yang terjadi, tidak hanya money politic atau politik uang yang terjadi, tetapi asumsi penulis banyak publik yang mulai terhipnotis dengan desain politik yang dibangun sedemikian rupa. Sehingga pada suatu waktu, publik memilih dan pada akhirnya merasa kecewa dengan pilihannya sendiri terhadap cagub dan cawagub yang dipilihnya.

Harapannya, tulisan ini bisa menjadi rujukan baru terhadap tulisan terkait komunikasi politik, informasi, dan semacamnya yang berkaitan dengan psikologi lingkungan, dan atau pun lingkungan informasi dan komunikasi.  
Permasalahan
Merujuk terhadap latar pendahluan di atas, penulis ingin menyimpulkan beberapa masalah terkait Lingkungan Informasi dan Komunikasi dalam pemilu, yang nantinya akan penulis coba untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa masalah tersebut meliputi: 
1)   Apa yang dimaksud dengan Lingkungan Informasi dan Komunikasi, terkhusus dalam kaitan pemilu dalam desain politik.
2)   Bagaimana sebetulnya karakteristik dan tafsiran terhadap manusia (publik) dalam kajian psikologi lingkungan (informasi dan komunikasi).
3)   Benarkah manusia (publik) bisa dibentuk menjadi pribadi apa saja?

Pembahasan
Rujukan tunggal yang penulis ambil dalam pembahasan ini, adalah tulisan Avin Fadilla Helmi seperti yang tertulis dalam kata pendahuluan di atas. Dalam teorinya, manusia dianggap sebagai Black-Box atau kotak hitam yang bisa apa saja. Teori ini, digunakan dalam psikologi lingkungan untuk memahami terkait manusia.

Kajian yang dilakukan oleh Avin dalam tulisannya, dinyatakan bahwa Psikologi Lingkungan merupakan bagian dari psikologi, yang merupakan cabang dari psikologi yang masih muda. Pernyataan ini ditulis sekitar empat belas tahun yang lalu (1999), hingga saat ini kajian ini terus dilakukan khususnya oleh para akademisi. Begitupun dengan penulis saat ini, mencoba mencari sebuah pembenaran terkait dengan psikologi lingkungan, yang berkaitan dengan terbentuknya sebuah persepsi public melalui lingkungan yang lingkungan yang sengaja dibentuk dan dikemas (baca:desan politik).

Dari beberapa permasalahan yang tersebut di atas, pada awalnya menurut asumsi penulis munculnya lingkungan informasi dan komunikasi diawali dengan munculnya Psikologi Lingkungan dalam cabang psikologi. Avin dalam pengantar tulisannya menulis tentang tradisi yang ada dalam psikologi.  Menurutnya, teori psikologi berorientasi untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Adapun tradisi-tradisi yang ada dalam Psikologi, yaitu ada sebuah perilakuk yang disebabkan oleh faktor dari dalam (deterministik), ada juga perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau proses belajar, dan yang terakhir dari tradisi-tradisi dalam psikologi bahwa perilaku disebabkan oleh interaksi manusia-lingkunga.

Mengenai psikologi lingkungan, Avin menyebutnya sebagai suatu ilmu perilaku yang berkaitan dengan lingkungan fisik. Seperti disebut sebelumnya, psikologi lingkungan tergolong masih muda (1999). Dari asumsi di atas, jika mencari muasal munculnya lingkungan informasi dan komunikasi, boleh dibilang muasalnya dari psikologi lingkungan ini.

Lantas kemudian, jika diambil sebuah kongklusi sementara, penulis menyatakan bahwa lingkungan informasi dan komunikasi, merupakan suatu ilmu yang mempelajari terkait informasi, dari mulai prosesnya hingga ke tahapan mengkomunikasikannya. Dalam kasus pemilu gubernur dan cawagub, anggapan penulis bahwa desainer politik ataupun konseptor yang berada di balik proses kampanye pemenangan salah satu calon, tentu sudah bisa memetakan dan menafsir publik pemilihnya.   

Menurut Avin dalam tulisannya, yang memaparkan bahwa manusia seperti halnya Black-Box yang bisa dibentuk menjadi apa saja. Di sisi lain, penulis setuju dengan pernyataan ini sebab menusia bisa dibentuk apa saja tergantung proses,  bagaimana membentuknya, dan siapa yang membentuknya. Dari tafsiran ini, penulis membaca bahwa publik pemilih dalam pemilu cagub dan cawagub layaknya kotak hitam tadi. Mereka (publik) bisa digiring untuk memilih siapapun tergantung bagaimana proses pembentukannya berlangsung. Pencitraan, menciptakan kesan dengan blusukan yang kemudian dipublikasi di media, akan menciptakan persepsi publik tentunya.

Pada tahapan kampanye dengan pencitraan, pembentukan kesan publik dengan blusukan yang langsung dipublish di media, menjadi sebuah hypnotist method untuk meraup suara terbanyak dari publik. Dalam teorinya, yang dikenal dengan “Teori Level Adaptasi” semestinya dalam kampanye pemenangan salah satu calon, harus mengenal teori ini. Bagaimana kemudian stimulasi level yang optimal  bisa menciptakan pemilih yang optimal terhadap calon yang diusungnya.

Teori Level Adaptasi ini, merupakan teori yang menjelaskan bagaiamana stimulasi level yang rendah maupun level tinggi mempunyai akibat negative bagi perilaku. Level stimulasi yang optimal adalah yang mampu mencapai perilaku yang optimal pula (Veirtch & Arkkelin, 1995, dalam Avin, 1999;11).

Walaupun dalam teori media massa, kita mengenal teori uses and gratification yang berarti masyarakat (massa) sudah bisa menilai informasi yang baik dan yang tidak baik. Tapi sampai saat ini, pencitraan, penciptaan kesan positif melalui media massa masih cukup efektif diberlakukan oleh banyak orang, terkhusus cagub dan cawagub dalam pemilu.

Dengan kata lain, manusia ataupun publik bisa dibentuk menjadi apa saja tergantung bagaimana dan cara apa yang digunakan untuk membentuknya.  

Penutup
Tulisan sederhana ini, tidak akan bernilai apa-apa jika tidak mendapatkan respon melalui tanggapan-tanggapan dari berbagai pihak berupa kritik yang membangung. Untuk itulah, lingkungan informasi dan komunikasi tidak hanya menjadi sebuah formality grand theories ketika manusianya tidak ikut aktif dalam lingkungan tersebut.

Begitupun dari apa yang penulis coba kaji dengan studi kasusnya pemilu cagub dan cawagub, melalui sebuah teori yang dinamakan “Teori Adaptasi Lingkungan” kita bisa melakukan apa saja tergantung bermain di ranah dan di level mana komunikasi dan informasi yang terbangun. Lebih-lebih dalam pemilu, level yang optimal akan menghasilkan hasil yang optimal pula dan begitulah seterusnya.

Sebagai penutup, semoga tulisan ini bisa membuka cakrawala berpikir kita menjadi lebih berwarna dan berwawasan lagi. Terakhir, penerapan teori akan berdaya guna optimal ketika digunakan secara optimal pula. Terima kasih!

Rujukan:
Helmi, Avin Fadilla. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Bulletin Psikologi:tahun VII, No. 2 Desember.


*Catatan: Tulisan ini dibuat oleh Saya (Abd. Qadir Jailani) dan Fitri Leona. Ditulis tahun 2013 lalu, untuk memenuhi tugas kuliah. Semoga Bermanfaat. 

Label:

HIMAKA ADALAH BAGIAN SEJARAH BERHARGA KAMI (Catatan Di Akhir Kepengurusan)

Setiap Orang [adalah] sejarawan untuk dirinya sendiri (Every Man His Own Historian)
-Carl Becker-
Ucapan syukur tak terhingga terus menghiasi lidah dan bibir kami atas karunia dan nikmat Allah, sehingga dengan karunia dan nikmat Allah tersebut kami bisa menjalankan kewajiban kami dengan penuh rasa tanggung jawab akan amanah yang kami emban, sehingga kami bisa menjalankan tugas-tugas sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan atau yang familiar disingkat HIMAKA (Ketua dan Wakil) “Kabinet Sinergi” periode 2013-014 dengan baik, meski di sana sini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Karena hal itu merupakan bagian dari kami sebagai makhluk ciptaan Allah yang tidak mempunyai sifat kesempurnaan.
           Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada berujung dan penghargaan kami khususnya kepada Ketua Prodi/Jurusan Ilmu Informasi dan Perpustakaan periode sebelumnya dan periode yang baru menjabat, Ibu Dra. Wina Erwina, MA., dan Drs. Pawit M Yusup, MS. Begitupun kepada para Dosen di Prodi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, yang tiada lelah telah membimbing, membina, memberi arahan, saran dan masukan kepada kami selaku pengurus HIMAKA.
            Tentunya, kami menyadari tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitupun dengan kepengurusan yang kami emban selama satu periode. Hiruk-pikuk, susah-senang, ataupun kesan dan kesan yang lainnya barangkali hal itu menjadi bagian yang paling berharga yang kami rasakan di akhir kepengurusan. Mengapa demikian? Bagi kami nikmatnya berorganisasi, nikmatnya menjadi aktivis walaupun skala kecil telah memberikan pengalaman dan dampak yang luar biasa bagi kami.
            Kami masih ingat jelas, ketika kami dilantik pertama kali dengan adat sunda. Kami dikukuhkan oleh pihak Prodgram Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, yang diwakili oleh Pak Asep Saeful Rahman, Pak Kusnandar, Pak Samson CMS, dan yang lainnya. Dengan senjata kujang yang diserahkan kepada kami, melalui Ketua dan Wakil Ketua HIMAKA sungguh menjadi momentum yang sacral bagi kami.
            Tidak terasa, ternyata sudah setahun yang lalu momentum itu kami rasakan. Hari ini, semuanya telah menjadi bagian dari sejarah kami. Karena bagaimanapun setiap orang adalah sejarawan untuk dirinya sendiri (every man his own historian) kata Carl Becker. Begitupun dengan perjalanan yang selama ini telah kami jalankan sekuat tenaga kami selama menjadi pengurus.
            Menjadi bagian dari HIMAKA adalah suatu kehormatan bagi kami, ketika kami meneriakkan “HIMAKA” secara kompak kami seluruh pengurus menjawab dengan teriakan yang keras “Information is Our Quality” dan “Ijo Ijo Ijo”. Sungguh, kala itu bulu kuduk seakan berdiri. Setelah semuanya hanya menjadi bagian dari sejarah perjalanan kami, seketika itu pula sejarah perjalanan kami harus terus berjalan seiring waktu ke waktu. Perjalanan dan perjuangan hidup, tidak boleh berhenti ketika kami teleh selesai menjadi pengurus HIMAKA. Bagi kami, sampai kapanpun HIMAKA terus melekat erat dalam dalam diri kami seperti rembulan di malam hari. Cerah, bersinar, menjadi jawaban dari pertanyaan “Kemana akan melangkah”.
            Ber-HIMAKA telah mengajarkan kami bagaimana membina sebuah keluarga yang harmonis dan romantis. Dengan berbagai terpaan dan cobaan yang kami hadapi, kami masih bisa tersenyum lepas, tertawa terbahak-bahak. Sebab, bagi kami seberapa besar cobaan yang menerpa kami, kami tidak berjalan sendiri-sendiri. Kami selalu bersama, menjalankan sebuah keluarga yang telah kami bangun susah payah ini. Karena HIMAKA tidak bisa hanya dijalankan sendiri-sendiri, HIMAKA harus dijalankan bersama-sama secara sinergis demi mencapai tujuan bersama.
            Setelah perjalanan ini berada pada suatu titik nadir, yaitu kami harus menyerahkan keluarga (HIMAKA) yang telah kami bangun selama satu periode, di mana adik-adik kami-lah yang akan meneruskan perjuangan ini. Tidak ada yang sempurna (no one is perfect) di dunia ini, kesempurnaan hanya milih Allah, Tuhan sekalian alam. Begitupun dengan kepengurusan yang selama satu periode kami jalankan, pasti ada banyak kekurangan, kesalahan, dan kami mengakui itu semua. Dengan harapan, adik-adik kami bisa lebih baik menjalankan kepengurusan HIMAKA di periode selanjutnya.
           Bagi kami, tantangan-tantangan di masa mendatang telah menunggu kami. Walau bagaimanapun kami harus siap dengan tantangan-tantangan yang ada, karena masa mendatang hanya kamilah yang bisa menentukan. Barangkali rumus Arnold J. Tonybe, sejarawan berkebangsaan ingris yang menyatakan bahwa, tingkat keberlangsungan dan derajat kekohan individu di masa depan, akan selau berbading lurus dengan tingkat kemauan dan derajat komitmen individu hari ini untuk merespon tantangan terkininya secara cepat dan tepat. Semua itu, kami dapatkan selama kami menjadi pengurus HIMAKA.          
           Kepada siapapun yang telah berjasa dalam perjalanan kami, kami ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga. Kami memohon ampun kepada Allah, jika kami belum bisa mengemban amanah selama dikepengurusan HIMAKA dengan baik. Kami juga mohon maaf, kepada siapapun khususnya kepada keluarga besar Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fikom Unpad, apabila selama ini kami banyak salah. Semoga Allah, selalu memberikan yang terbaik bagi kita semua. Amien…!!!

Label: ,