Senin, 05 Mei 2014

PROFESI PUSTAKAWAN; ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TERKINI

Pustakawan Fikom Library and Knowledge Centre Fakultas
Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran sedang melayani
Pemustaka (User)
Dari awal, perpustakaan selalu hadir di tengah-tengah kehidupan akademisi sebagai sebuah tools. Menyibak perpustakaan kekinian, justru lebih menarik ketimbang mempersoalkan perpustakaan konvensional yang selalu dipandang sebelah mata. Belakangan ini memang berkembang, perpustakaan-perpustakaan termodernisasi yang menganggap bisa lebih dekat dengan pemustaka atau usernya.


Kita bisa melihat, bagaimana Taman Baca Masyarakat atau yang biasa kita kenal dengan TBM bisa jadi lebih merakyat dan lebih dekat dibandingkan perpustakaan-perpustakaan pemerintah yang ada. TBM pada dasarnya transformasi dari perpustakaan, tetapi tidak mengubah fungsi dan tujuan dari perpustakaan itu sendiri. Bahkan, keberhasilan TBM ini dibuktikan oleh Sudut Baca Soreang (SBS) yang dipimpin langsung oleh Agus Munawar. Dan terbukti pada tahun yang lalu (2013), SBS menjadi TBM terbaik tingkat nasional.

Kaitannya TBM dengan perpustakaan, pada dasarnya sangat berkaitan erat, mengingat TBM sendiri menurut interpretasi penulis merupakan afiliasi dari sebuah perpustakaan yang ada. Barangkali, di sinilah peran pustakawan memainkan peranannya sesuai dengan kode etik yang berlaku pada sebuah institusi.

Peran Pustakawan
Belakangan ini, dengan maraknya perpustakaan dalam wujud yang bermacam-macam menuntut pustakawan baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional, untuk ikut serta memperhatikan, dan mengevaluasi bagaimana sebuah perpustakaan yang ideal. Perpustakaan, pada dasarnya memiliki tanggung jawab yang besar demi mewujudkan amanat pembukaan undang-undang dasar yaitu untuk mencerdaskan anak bangsa.

Sutarno NS (2005:46) dalam bukunya yang berjudul Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi, memberi penjabaran bahwa bagaimana sebuah perpustakaan memilliki konsekuensi logis atas keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Sutarno juga melanjutkan bahwa masyarakat yang dimaksud merupakan kelompok atau segmen masyarakat yang telah dtetapkah dan diarahkan untuk menjadi pemakai perpustakaan.

Tentu menjadi jelas, ketika kita berbicara mengenai perpustakaan terkini akan selalu bersinggungan dengan kiprah pustakawan sebagai pengelola dari sebuah perpustakaan. Barangkali, jika merujuk terhadap sebuah buku yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Pustakawan Indonesia yang disusun oleh Harahap (1998:4), dijelaskan bahwa:
“Pustakawan seseorang yang berijazah dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi sekurang-kurangnya tingkat pendidikan professional dan atau berkualifikasi setingkat yang diakui oleh Ikatan Pustakawan Indoensia, dan berkarya dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi, sesuai dengan metodologi keimuan yang diperolehnya.”

Peranan dari pustakawan sendiri bisa dibilang cukup sentral, hal ini dikarenakan berkaitan dengan berhasil atau tidaknya tujuan dan fungsi dari perpustakaan itu sendiri. Dalam hal pelayanan misalnya, Rachmawan Herwaman dan Zulfikar Zen (2010:57-59) menjabarkan dalam hal pelayanan pustakawan cukup beragam dalam hal melayani pemustaka atau user. Seperti di perpustakaan sekolah, perguruan tinggi ataupun perpustaaan khusus.

Di perpustakaan sekolah, pustakawan di samping menjadi tugas utamanya juga berperan sebagai guru. Sedangkan di perpustakaan perguruan tinggi pustakawan juga berperan sebagai dosen di beberapa institusi tertentu. Bahkan di perpustakaan khusus, pustakawan juga dituntu untuk menjadi peneliti, ataupun paling tidak sebagai mitra dari peneliti tersebut.

Paling tidak menurut Hermawan dan Zen di atas, peran dari pustakawan bisa dibagi menjadi empat peranan. Pertama, edukator. Edikator yang dimaksud, pustakawan dalam tugasnya sebagai pustakawan harus berjiwa pendidik, tentunya harus sesuai dengan fungsi pendidikan itu sendiri yaitu mendidik, mengajar dan melatih.

Kedua, manajer. Secara  nyata pustakawan merupakan manajer dari sebuah informasi, pustakawan melakukan manajerial informasi sebelum dikonsumsi oleh pemustaka atau user. Peranan dan tanggung jawab dari seorang pustakawan adalah, bagaimana kualitas dan kelayakan sebuah informasi dalam sebuah lembaga informasi, dalam hal ini adalah perpustakaan.

Ketiga, administrator. Peran pustakawan sebagai administrator menganggap bahwa pustakawan harus mampu melakukan tugas-tugas administrator seperti mampu menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program perpustakaan. Selain itu, pustawakan juga harus mampu melakukan analisis problem dan mampu menghasilkan solusi-solusi.

Keempat, supervisor. Pustakawan berperan sebagai supervisor paling tidak mampu melaksanakan pembinaan professional baik terhadap sesama pustakawan, ataupun terhadap pemustaka itu sendiri. Selain itu, dalam hal ini pula dituntut mampu untuk bisa meningkatkan prestasi, kemampuan, dan keterampilan, serta memiliki wawasan yang luas.

Kode Etik dan Etika Kepustakawanan
Berbicara mengenai kode etik, tidak terlepas dengan yang disebut etika, etika merupakan bagian ataupun cabang dari filsafat. Seringkali kita mendengar istilah etika, etik, etis, ataupun moral. K. Bertens (2011:3-4) dalam bukunya yang berjudul “Etika” memberikan penjabaran yang cukup luas terkait etika. Menurut Bertens, etika berasal dari bahasa Yunani kuno (etimologi) yaitu ethos. Artinya cukup beragam, tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, dan cara berpikir.

Sedangkan dalam bentuk jamak yaitu ta etha, yang berarti adat kebiasaan. Bertens menjabarkan bahwa dari bentuk jamak itulah yang melatar belakangi terbentuknya istilah “etika”. Istilah “etika” ini menurut Bertens sudah dipakai oleh Aristoteles (384-322 S.M) seorang filsuf Yunani yang tidak asing namanya.

Kaitannya dengan etika, Hermawan dan Zen (2010:75-76) juga memberi penjabaran menarik. Etika (ethics), mempunyati pengertian standar tingkah laku dan perilaku manusia yang baik, yaknti tindakan yang tepat, yang harus dilaksanakan oleh manusia yang sesuai ketentuan moral pada umumnya.”

Kemudian apa yang dimaksud dengan kode etik, Hermawan dan Zen (2010:80) juga memberi penjelasan daam halaman yang selanjutnya bahwa kode etik merupakan sejumlah aturan yang mengatakan bagaimana orang berperilaku dalam dalam hidupnya atau dalam situasi tertentu. Dalam kacamata penulis, kode etik merupakan suatu aturan yang mengikat terhadap seseorang baik dalam kehidupan keluarga, ataupun dalam kehidupan organisasi yang terus berkelanjutan. Ketika aturan-aturan ini dilanggar maka akan ada konsekuensi terhadap orang yang melakukan pelanggaran kode etik tersebut.

Cukup banyak ragam dari kode etik tersebut, mulai dari kode etik pustakawan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), kode etik guru atau dosen, kode etik wartawan atau jurnalis, dan banyak lagi kode etik yang lainnya. Hal itu, bertujuan supaya apa yang menjadi tujuan dan tanggung jawab baik lembaga ataupun perseorangan bisa terealisasi dengan baik.

Kaitannya dengan etika kepustakawanan itu sendiri, sesuai dengan penjabaran mengenai etika tadi, boleh dibilang merupakan perilaku atau tingkah laku yang baik pustakawan yang dilakukan terhadap pola pelaksanaan tugas perihal kepustakawanan tersebut.

Setidaknya, dalam kode etik pustawakan Indonesia terdapat kewajiban-kewajiban yang tentunya mengikat para pustakawan untuk patuh dan tunduk terhadap kewajiban-kewajiban tadi. Hermawan dan Zen (2010:111-120) menulis bahwa ada lima kewajiban pustakawan yang harus dilaksanakan dengan baik. Namanya sebuah kewajiban, tentunya mengikat pustakawan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupannya pada lingkup kinerja. Kewajiban-kewajiban itu meliputi, kewajiban kepada Bangsa dan Negara, kewajiban Kepada Masyarakat, kewajiban kepada Profesi, kewajiban kepada rekan sejawat, dan kewajiban kepada pribadinya.

Ketika kode etik ini berlangsung dengan baik dalam pelaksanaannya, terutama oleh pustakawan, tidak akan terdapat pelanggaran-pelanggaran terlebih dengan tanggung jawab yang diembannya. Bukan malah, aturan ataupun kode etik itu hanya sebagai formalitas saja untuk melengkapi berkas-berkas kelembagaan belaka.

Problema dan Tantangan Pustakawan
Perpustakaan lagi-lagi kembali harus kita perbincangkan, hal ini karena seringkali perpustakaan tidak hanya dijadikan sebagai batu sandaran sukses tidaknya sebuah pendidikan. Melainkan, seringkali pula perpustakaan dijadikan alat untuk melakukan pelanggaran, baik dalam hal keuangan, pelayanan, ataupun yang lainnya.

Beberapa waktu yang lalu, menurut laman yang dirilis kompas online (22 Agustus 2013), terjadinya kasus korupsi dalam proyek pengadaan dan instalasi perpustakaan UI tahun 2010-2011, yang menjerat Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid. Menjadi rekam jejak buruk bagaimana perpustakaan menjadi ladang basah untuk memperkaya diri sendiri (korupsi).

Kasus tindak korupsi di atas, merupakan tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh personal. Tentu hal itu merupakan pelanggaran dan kejahatan berkaitan dengan perpustakaan. Terjadainya suatau kasus tertentu, dalam hal ini adalah korupsi tidak terlepas dari kelalaian yang dilakukan oleh pustakawan dalam pengelolaan perpustakaan. Bahkan boleh jadi, terjadinya pembiaran terhadap orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap perpustakaan.

Bahkan mungkin tidak hanya kasus itu saja, dalam proses pengadaan koleksi bahan pustaka rentan terjadinya kejahatan. Eksploitasi, manipulasi dan lainnya yang termasuk dalam kejahatan terkait perpustakaan seharusnya pustakawan mengambil peranannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor sebaik mungkin. Upaya-upaya untuk meminimalisir pelanggaran dan kejahatan terkait dengan perpustakaan, adalah tanggung jawab dari pustakawan sebagai manajer khususnya.
Berkaitan dengan keuangan ataupun anggaran, seringkali bersinggungan dengan kejahatan terhadap keuangan dan anggaran. Apalagi Perpustakaan dalam sebuah institusi pemerintahan ataupun swastas. Terlebih lagi di perguruan tinggi, yang notabenenya anggaran perpustakaan terbilang besar.

Merujuk terhadap apa itu perpustakaan menurut Sulistyo Basuki (1991:3) dalam Pengantar Ilmu Perpustakaan bahwa:
Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah, laporan, pamphlet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran music, berbagai karya media audio-visual seperti film, slaid (slide), kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikro film, mikrofis, dan mikroburam (microopaque).”     

Itulah perpustakaan, eksploitasi dan kejahatan masih saja selalu ada. Tidak memandang siapapun orangnya, jabatannya, ataupun agamanya. Sehingga, etika dan moral itulah yang bisa menentukan bagaimana kualitasi kinerja seseorang terhadap organisasi ataupun terhadap institusinya, bertanggung jawabkah atau tidak.

Pustakawan juga harus mampu dan bisa menyikapi sebuah anggapan yang mengatakan bahwa pustakawan, hanya menjadi salah satu dari sekian banyak professional di bidang informasi. Pergeseran fungsi pustakawan  tadi dipengaruhi olehh paradigma baru perpustakaan sebagai sebuah sistem informasi global yang telah membuat kemungkinan tersedianya saluran-saluran informasi dan pengetahuan. Sedangkan paradigma lama tentang perpustakaan adalah sebagai pemeihara utama sumber informasi dan pengetahuan (Suwarno,2009:66).

Pustakawan dituntut untuk mampu menjawab tantangan terkini terkait kepustakawanan. Sehingga peranannya tidak dipandang sebelah mata oleh pihak manapun.



DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Basuki, Sulistyo. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.      
Bertens, K. 1993. Etika.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Harahap, Basyral Hamidy. 1998. Kiprah Pustakawan: Seperempat Abad Ikatan Pustakawan Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Pustakawan Indonesia.
Hermawan, Rachman, dan Zen, Zulfikar. 2010. Etika Pustakawan. Jakarta: Sagung Seto.
Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perputakaan. Jakarta: Sagung Seto
NS, Sutarno. 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Mayarakat Informasi. Jakarta: Panta Rei.
Internet:

Label: ,