KUALIFIKASI PUSTAKAWAN REFERENS (REFERENCE) HARUS UNGGUL
I.
Pendahuluan
Pada
sebuah pengantar buku berjudul Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan
Praktis, yang ditulis oleh Sutarno NS, Drs. Zulfikar Zen, MA., menyampaikan
bahwa kebanyakan orang memandang Perpustakaan hanya berdasarkan kacamata
kuantitas dan containers. Paradigma berpikir mereka masih belum sampai
pada tahap memandang Perpustakaan dari kacamata kualitas, dan ataupun kandungan
informasi (contents) yang ada dalam sebuah Perpustakaan. Menurut Drs.
Zulfikar Zen, MA., juga dalam sumber yang sama melanjutkan penyampaiannya
terkait penilaian keberhasilan Perpustakaan, seharusnya dilihat dari jumlah transaksi
yang terjadi dan juga semestinya dilihat dari tingkat kepuasan pemakainya.
Meminjam istilah Sutarno NS, Perpustakaan tidak hanya sebuah gedung
yang menyimpang berbagai koleksi–koleksi belak. Perpustakaan merupakan agen
perubahan, Perpustakaan juga merupakan media pendidikan sepanjang hayat. Secara
sadar memang Perpustakaan hingga saat ini masih belum bisa berjalan dengan
maksimal, inilah yang semestinya kita cari akar permasalahannya. Ketika akar
permasalahannya sudah bisa kita ketahui dan tampak, maka pencarian solusinya
akan jauh lebih mudah.
Sebelum melangkah lebih jauh lagi, penulis akan sedikit memaparkan
sedikit tentang pengertian Perpustakaan. Secara sederhana namun mengandung
pengertian yang cukup komprehensif, Sulityo Basuki, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Perpustakaan, menyampaikan bahwa:
“…batasan Perpustakaan ialah sebuah
ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk
menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan
tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan
terbitan lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah,
laporan, pamphlet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran music, berbagai
karya media audio-visual seperti film, slaid (slide), kaset,
piringan hitam, bentuk mikro seperti mikro film, mikrofis, dan mikroburam (microopaque).”
Berdasarkan pernyataan Sulistiyo Basuki di atas, paling tidak kita
telah mempunyai pandangan tentang sebuah Perpustakaan. Pada tulisan ini, penulis
nantinya akan lebih menitik beratkan terhadap pembahasan mengenai Kualifikasi
Pustakawan dan Layanan Referens pada sebuah Perpustakaan. Bagi penulis,
pembahasan secara umum mengenai Perpustakaan sudah cukup banyak yang
menuliskannya. Hanya saja di bidang Kualifikasi Pustakawan pada sebuah layanan referens,
mungkin masih sedikit yang menulisnya.
Inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mencoba
mengkaji dan menganalisis Kualifikasi Pustakawan, dalam bidang layanan referens.
Ada hal-hal yang cukup menarik dalam kajian dalam tulisan ini, di mana
pustakawan dituntut untuk menjadi paling unggul di bidang referens. Sebab
menurut penulis, pengunjung ataupun pemustaka yang ingin menggunakan fasilitas
layanan referens ini akan berpapasan langsung dengan Pustakawan Referens secara
tatap muka (face to face).
Dengan demikian, kualifikasi Pustakawan Referens harus unggul dan
bahkan boleh dibilang harus super unggul. Penyampaian informasi yang akurat
dari Pustakawan Referens, akan menjadi acuan penting bagi mereka (pengunjung
atau pemustaka) demi mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Sehingga,
Pustakawan Referens tidak cukup hanya pandai bermain logika dengan pengunjung
dan pemustaka, melainkan kemampuan dan penguasaan terhadap koleksi referens
harus mereka kuasai, di samping berpengetahuan luas, dan mengetahui cara
menggunakan sumber-sumber referens tersebut dengan baik dan benar.
Dari itulah, tulisan ini akan mencoba merefleksikan mengenai
kualifikasi Pustakawan Referens yang unggul itu seperti apa. Bahkan bisa jadi,
tulisan ini bisa menjadi jawaban bagi mereka yang bertanya tentang bagaimana
semestinya Pustakawan Referens dalam mengaplikasikan kemampuannya dalam bidang
yang mereka geluti saat ini. Bisa jadi, Pustawakan Referens saat ini masih
belum banyak memahami tentang konsep layanan yang harus mereka lakukan. Tidak
heran jika mungkin koleksi referens hanya menjadi penghias rak buku
Perpustakaan belaka, tanpa ada yang menyentuhnya. Tapi hal itu wajar saja
karena mungkin Pustakawannya kurang menarik, dan semacamnya.
Bagi penulis, tulisan ini tidak hanya sebuah eksperimen bisa saja.
Akan tetapi, tulisan ini akan mencoba mengungkap sisi-sisi terdalam Pustakawan Referens
yang seharusnya dimilikinya dan diaplikasikannya secara nyata dalam kehidupan
kepustakawanan. Yang jelas, bagi mereka yang berprofesi sebagai Pustakawan Referens
yang masih belum mengetahui banyak hal tentang esensi dari Pustakawan Referens,
penulis pikir tulisan ini bisa menjadi rujukan mereka dalam berproses menjadi
Pustawakan Referens yang benar-benar memiliki kualifikasi yang unggul.
Penulis memberi judul tulisan ini “Kualifikasi Pustakawan Referens
(Reference) Harus Unggul”, ini merupakan sebuah cerminan
nantinya supaya Pustakawan-Pustakawan yang berada dalam bidang layanan referens,
akan menyadari tanggung jawab mereka yang sebenarnya. Ketika mereka benar-benar
menyadari tanggung jawab dan tugas-tugas yang mereka emban, penulis berasumsi
bahwa kualifikasi-kualifikasi mereka tidak bisa diragukan lagi. Itulah, yang
kemudian penulis bilang sebagai Pustawakan Unggul.
II.
Layanan Referens (reference)
Layanan
referens merupakan sebuah bagian dari jasa layanan pada sebuah Perpustakaan. Secara
etimologis, referens berasal dari kata to refer yang berarti menunjukkan
atau merujuk—begitupun dengan pengertian layanan referensi tersebut.[3]
Dalam sumber lain dikatakan, bahwa layanan referens merupakan
sebuah bagian dari jasa Perpustakaan, dan disediakan untuk pengguna (pemustaka)
untuk memenuhi kebutuhannya. Mudahnya, layanan referens ini ditandai dengan
pelayanan yang dilakukan oleh Pustakawan Referens dengan menggunakan koleksi-koleksi
referens itu sendiri.
Adapun koleksi-koleksi referens itu mencakup kamus, ensiklopedia,
direktori, buku tahunan, dan lain-lain [4]. Secara
cukup spesifik, Junaida S.Sos., dalam tulisannya Pelayanan Referensi di
Perpustakaan, membagi jumlah koleksi-koleksi referens ke dalam sebelas
bagian. Meliputi, kamus, ensiklopedia, sumber biografi, buku tahunan, almanac,
sumber geografis, direktori, sumber rujukan mutakhir, sumber statistik, buku
panduan dan pedoman (manual), dan bibliografi. Pada dasarnya sama, hanya saja pemahaman
dan pengertian yang beragam dari banyak pihak, menjadikan semakin kayanya
khazanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang layanan referens ini.
Berbagai koleksi-koleksi referens di atas tadi, akan menjadi kunci
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke perpustakaan. Hanya saja,
menurut Sulistiyo Basuki “…objek jasa rujukan yaitu buku referens, fungsi,
tradisi, serta situasinya yang mempengaruhi jasa rujukan akan berbeda dari satu
perpustakaan ke perpustakaan lain.”[5]
Sulistiyo Basuki, dalam penjelasan selanjutnya menyampaikan bahwa
jasa rujukan (referens) dibagi atas tiga kelompok besar, pertama, jasa dasar. Jasa
dasar adalah sebuah jasa yang harus dilakukan oleh setiap perpustakaan. Adapun
jasa dasar yang harus dilakukan tersebut meliputi, pemberian informasi umum,
penyediaan informasi khusus, bantuan dalam menelusur dokumen, bantuan dalam
menggunakan katalog, dan jasa bantuan menggunakan buku rujukan.
Kedua, jasa yang lazim dilaksakan. Berbagai jasa perpustakaan yang
sering dilakukan meliputi, pinjam antar perpustakaan, tendon (reservation)
buku, orientasi perpustakaan serta instruksi bibliografi, kunjungan
perpustakaan, menyelenggarakan pameran termasuk pameran buku yang baru
diterima, membantu penerbitan perpustakaan, jasa bimbingan pembaca, jasa
pengindeksan dan abstrak, kompilasi bibliografi, pembuatan kliping, dan
pembuatna jajaran vertical (vertical files) berisi pamflet prospectus, brosur,
dan sebagainya.
Ketiga, jasa yang jarang dilakukan. Ada beberapa jasa yang jarang
dilakukan oleh Perpustakaan, yaitu, pameran majalah mutakhir, pembentukan
jajaran khusus seperti jajaran berisi kegiatan dan peristiwa mutakhir atau
surat menyurat masa lalu dari badan
induk, reproduksi dokumen, jasa terjemahan, dan jasa referral.
Hal-hal di atas, tentunya perlu diperhatikan oleh Pustakawan
Referens. Kepintaran, kecerdasan, dan kejelian Pustakawan Referens akan sangat
berguna bagi layanangan referens.
Nah, mengapa di awal penulis sampaikan bahwa kualifikasi pustakawan
referens harus unggul. Tentunya, kualifikasi pustakawan referens yang unggul
akan berdampak positif bagi kenyamanan pengguna dan pemustaka ketika berkunjung
ke Perpustakaan, lebih-lebih ketika melakukan Pustakawan Referens dan
pengunjung ataupun pemustaka melakukan wawancara tentang koleksi referens tadi.
III.
Kualifikasi Pustakawan Referens (reference)
Pustakawan
Referens harus memiliki kualifikasi khusus yang menjadikan mereka lebih unggul
di banding Pustakawan lainnya. Pada dasarnya Pustakawan itulah yang akan
membentuk kesan tersendiri di pandangan pengunjung, ketika Pustakawan tersebut
memiliki tutur kata yang baik dan sopan, kemudian cara berkomunikasinya bagus
beserta diksinya tepat dan sesuai sasaran. Tentu kesan pengunjung terhadap
Pustawakan tersebut akan senang, dan membuat pengunjung akan tertarik untuk
berkunjung yang kesekian kalinya.
Akan tetapi, beda halnya dengan
Pustakawan yang tidak sopan dalam tutur katanya, galak, tidak periang, kurang
komunikatif, dan semacamnya, justru akan membentuk kesan buruk bagi Pustakawan
tersebut, lebih-lebih terhadap Perpustakaan itu sendiri.
Dijelaskan bahwa Pustakawan Reference
harus memperhatikan paling tidak dua hal ini, supaya layanan referens tersebut
bisa terselenggara dengan baik. Kedua hal tersebut, meliputi, bahwa pustakawan
harus memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai sumber referens. Ketiak
Pustakawan Referens sudah memilik hal yang pertama ini, sudah ada satu modal
bagi Pustakawan tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Tetapi, tidak cukup hanya berbekal pengetahuan luas tentang
sumber-sumber referens tersebut, pengetahuan tentang cara-cara penggunaan
sumber referens tersebut dengan baik dan benar, juga harus dikuasi oleh
Pustakawan Referens.
Di samping kemampuan, dan kualifikasi-kualifikasi seperti
disampaikan di atas. Beberapa hal yang juga tidak kalah pentingnya, dan bahkan
cukup sentral keberadaannya, bahwa, Pertama, Pustawakan harus mampu
berbahasa sesuai dengan masanya. Untuk saat ini, bahasa ingris menjadi keharusan
yang mesti mereka (pustakawan referens) kuasai. Tuntutan zaman, dengan
kemodernan dan globalisasi yang semakin jauh berkembang pesat, menuntut mereka
menguasainya. Bisa jadi, beberapa tahun mendatang apabila bahasa Indonesia
sudah go international, atau dengan kata lain kedudukannya sama dengan
bahasa ingris saat ini. tentunya, pustakawan-pustakawan referens di luar
kawasan Indonesia harus mengusasi secara penuh bahasa Indonesia kita.
Kedua, harus
memiliki sikap ramah, terampil, bertanggung jawab, memiliki sikap daya tanggap
yang cukup, serta memiliki sikap peduli. Apabila kemampuan sikap-sikap di atas
bisa mereka (Pustakawan Referens) kuasai dengan baik, pastinya pengunjung atau
pemustaka akan merasakan kenyamanan. Ketika mereka sudah merasakan demikian, akan
terjamin pengunjung akan meningkat dan citra Perpustakaan tersebut akan bagus. Sebuah
layanan referens bisa dikatakan baik apabila pengunjung dan pemustaka bisa
merasakan kepuasan terhadap pelayanannya. Seperti disampaikan, pelayanan yang
baik terhadap pengunjung dan pemustaka, akan berdampak positif terhadap semua
belah pihak, terhadap perpustakaannya, pengunjung dan pemustakanya, begitupun
terhadap Pustakawan Referens.
Ketiga, menguasai
teori dan konsep komunikasi interpersonal. Secara sederhana komunikasi
interpersonal dalam layanan referens, merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan
oleh Pustakawan Referens dan pemustaka. Atau dalam kata lain, sebuah interaksi
dan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang saling memiliki keterikatan emosi
antara satu dan lainnya (Pustakawan Referens dan Pemustaka). Kemampuan tersebut
akan menopang kinerja mereka ketika terjadi benturan dan bahkan beda pendapat,
dengan demikian Pustakawan Referens sudah bisa tahu solusinya bagaimana.
Keempat, memahami
psikologi pengunjung dan pemustaka. Hal yang kadang terlupakan oleh beberapa
Pustakawan Referens, adalah kemampuan memahami psikologi pengunjung dan
pemustaka. Kemampuan ini sangat urgen, sebab dengan itulah Pustakawan Referens
bisa memahami bagaimana sebenarnya pemustaka tersebut. Memahami karakter
pengunjung dan pemustaka, merupakan bagian dari proses memahami psikologi
mereka.
Kelima, Pustakawan
harus mampu menguasai teori-teori konsep diri. Memahami konsep-konsep dan teori
teori tentang diri, akan berpengaruh positif terhadap baik tidaknya respon yang
akan ditimbulkan oleh pengunjung dan pemustaka, terhadap Pustakawan Referens,
dan terhadap institusi Perpustakaan. Pustakawan Referens yang telah mampu
memahami konsep diri-(nya) dengan baik, dan diaplikasikannya dalam
kesehariannya, penulis berkeyakinan bahwa hasil yang akan ditimbulkan akan jauh
lebih baik dibandingkan Pustakawan Referens yang tidak memahami konsep
diri-(nya).
Terlepas dari baik tidaknya sebuah layanan referens, tidak hanya
terletak terhadap kelengkapan koleksi referensnya, dan fasilitas yang memadadi
dalam Perpustakaan tersebut. Melainkan, Pustakawan Referens mempunyai andil
yang cukup sentral. Untuk itulah, pemberdayaan dan pelatihan tentang
kepustakawanan harus sering kali mereka ikuti guna untuk memperluas cakrawala berpikir
mereka. Sebab layanan referens, cukup memiliki ketergantungan terhadap
Pustakawannya. Pustakawannya menguasai apa yang penulis sampaikan di atas,
koleksinya memadai, fasilitasnya cukup, akan berpengaruh positif terhadap semua
pihak.
Harapannya dengan beberapa hal yang penulis sampaikan di atas, bisa
menjadi rujukan dan tambahan pengetahuan di bidang kepustakawanan pada layanan
referens. Mengenai bagaimana semestinya seorang Pustakawan Referens, penulis
sampaikan dengan bahasa yang tidak sulit dimengerti dan tidak terkesan
menggurui.
IV.Penutup
Sebagai penutup, penulis berkeyakinan bahwa suatu bangsa yang besar
tidak akan terlepas dari sebuah proses panjang untuk melahirkan sejarah baru. Dunia
pendidikan bangsa ini, tidak akan mengalami perkembangan pesat ketika
keberadaan dianggap remeh oleh kebanyakan. Bahkan, bisa jadi kiamat pendidikan
ketika perpustakaan sudah dianggap tidak penting keberadaannya oleh pemerintah.
Sehingga tidak ada perhatian secara khusus dalam hal manajemen, ataupun dalam
hal pengelolaan perpustakaannya.
Pada akhir tulisan ini, penulis ingin mengutip sebuah kalimat dari
Sutarno NS dan bagi penulis cukup menarik. Sutarno NS mengatakan bahwa “Sebuah
Perpustakaan akan dapat ‘memainkan’ peran sebagaimana mestinya manakala
dikelola menurut ‘kaidah’ yang berlaku. Kaidah itu adalah teori atau ilmu
perpustakaan, dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan seperti manajemen, sistem
informasi manajemen, dan teknologi informasi. Kedua, menurut praktik yang
disesuaikan dengan situasi dan lingkungan setempat.”
Hubungannya dengan tema yang penulis sampaikan dalam tulisan ini,
diharapkan Pustakawan Referens bisa melek dan terbuka cakrawala berpikirnya.
Sehingga tidak berkutat dalam hal teknis belaka.
Berbagai masukan yang penulis sampaikan dalam berbagai lembaran
kertas ini, tidak akan bermakna apa-apa jika tidak ada feedback dari
berbagai pihak yang membacanya. Tulisan ini akan menjadi lembaran-lembaran
kumuh nantinya, ketika yang membaca tulisan ini hanya diam dan tidak mau untuk mengkritisinya
demi perbaikan ke depannya.
Layaknya sebuah manusia biasa, penulis bukan superhero yang selalu
benar. Tetapi, penulis adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan,
keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan. Dengan tulisan ini, penulis
mencoba untuk terus membenah diri untuk memperluas cakrawala berpikir penulis.
Untuk itulah, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah “Reference Resource and Servieces”.
Neon tidak akan pernah bisa memantulkan cahaya terangnya, jika tidak disuplai
dengan energi (listrik) dan semacamnya. Bagi penulis Dosen merupakan sumber
energi terbesar, demi tercapainya kehidupan yang benar-benar hidup. Dan tidak
lupa, penulis sampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
banyak membantu terselesainya tulisan ini.
Terakhir dan paling akhir, penulis mengucapkan banyak terima kasih
terhadap siapapun yang telah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan
sederhana ini. semoga tulisan ini bermanfaat.
Bahan Bacaan:
1. Sulistiyo Basuki, Pengantar Ilmu
Perpustakaan, Penerbit PT Gramedia Psutaka Utama, Jakarta.
2. Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan:
Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit Sagung Seto, Jakarta. 2006
3. Inotji Hajatullah dan Puadah Djamilah, Layanan
Referensi, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Peneltian Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 2000
4. Lukito Adhi Utomo, Analisis Sikap
Pustakawan Referensi Dalam Melayani Mahasiswa Di Perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
5. Aa Kosasih, S.Sos., Layanan Referensi
dan Serial Perpustakaan Sekolah, Makalah yang disampaikan pada Workshop dan
Pelatihan Tenaga Kepustakaan Sekolah pada tingkat SMP/SMP/SMK se-Jawa Timur,
pada tanggal 22 Agustus 2006
[1]
Tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) semester
III/Ganjil 2012-2013 pada hari Rabu (09/01/2013), Mata Kuliah “Reference,
Resource and Servieces”, bersama Drs. H. Dian Sinaga., M.S., dan Saleha Rodiah,
S.Sos., M.Si., pada Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Komunikasi Universitas Padjadjaran, 2012.
[2]
Abd. Qadir Jailani, dengan NPM 210210110093, mahasiswa kelas C 2011 pada
Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
[3]
Lihat, Aa Kosasih, S.Sos, dalam makalahnya yang berjudul Layanang Referensi
dan Serial Perpustakaan Sekolah, yang disampaikan pada Workshop dan
Pelatihan Tenaga Kepustakaan Sekolah pada tingkat SMP/SMP/SMK se-Jawa Timur,
pada tanggal 22 Agustus 2006. hal. 3
[4]
Sulistiyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, hal. 440
[5]
Ibid, hal. 448