Selasa, 26 Maret 2013

KUALIFIKASI PUSTAKAWAN REFERENS (REFERENCE) HARUS UNGGUL


I.    Pendahuluan
Pada sebuah pengantar buku berjudul Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktis, yang ditulis oleh Sutarno NS, Drs. Zulfikar Zen, MA., menyampaikan bahwa kebanyakan orang memandang Perpustakaan hanya berdasarkan kacamata kuantitas dan containers. Paradigma berpikir mereka masih belum sampai pada tahap memandang Perpustakaan dari kacamata kualitas, dan ataupun kandungan informasi (contents) yang ada dalam sebuah Perpustakaan. Menurut Drs. Zulfikar Zen, MA., juga dalam sumber yang sama melanjutkan penyampaiannya terkait penilaian keberhasilan Perpustakaan, seharusnya dilihat dari jumlah transaksi yang terjadi dan juga semestinya dilihat dari tingkat kepuasan pemakainya.
Meminjam istilah Sutarno NS, Perpustakaan tidak hanya sebuah gedung yang menyimpang berbagai koleksi–koleksi belak. Perpustakaan merupakan agen perubahan, Perpustakaan juga merupakan media pendidikan sepanjang hayat. Secara sadar memang Perpustakaan hingga saat ini masih belum bisa berjalan dengan maksimal, inilah yang semestinya kita cari akar permasalahannya. Ketika akar permasalahannya sudah bisa kita ketahui dan tampak, maka pencarian solusinya akan jauh lebih mudah.
Sebelum melangkah lebih jauh lagi, penulis akan sedikit memaparkan sedikit tentang pengertian Perpustakaan. Secara sederhana namun mengandung pengertian yang cukup komprehensif, Sulityo Basuki, dalam bukunya Pengantar Ilmu Perpustakaan, menyampaikan bahwa:
“…batasan Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah, laporan, pamphlet, prosiding, manuskrip (naskah), lembaran music, berbagai karya media audio-visual seperti film, slaid (slide), kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikro film, mikrofis, dan mikroburam (microopaque).”
Berdasarkan pernyataan Sulistiyo Basuki di atas, paling tidak kita telah mempunyai pandangan tentang sebuah Perpustakaan. Pada tulisan ini, penulis nantinya akan lebih menitik beratkan terhadap pembahasan mengenai Kualifikasi Pustakawan dan Layanan Referens pada sebuah Perpustakaan. Bagi penulis, pembahasan secara umum mengenai Perpustakaan sudah cukup banyak yang menuliskannya. Hanya saja di bidang Kualifikasi Pustakawan pada sebuah layanan referens, mungkin masih sedikit yang menulisnya.
Inilah yang kemudian melatarbelakangi penulis untuk mencoba mengkaji dan menganalisis Kualifikasi Pustakawan, dalam bidang layanan referens. Ada hal-hal yang cukup menarik dalam kajian dalam tulisan ini, di mana pustakawan dituntut untuk menjadi paling unggul di bidang referens. Sebab menurut penulis, pengunjung ataupun pemustaka yang ingin menggunakan fasilitas layanan referens ini akan berpapasan langsung dengan Pustakawan Referens secara tatap muka (face to face).
Dengan demikian, kualifikasi Pustakawan Referens harus unggul dan bahkan boleh dibilang harus super unggul. Penyampaian informasi yang akurat dari Pustakawan Referens, akan menjadi acuan penting bagi mereka (pengunjung atau pemustaka) demi mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Sehingga, Pustakawan Referens tidak cukup hanya pandai bermain logika dengan pengunjung dan pemustaka, melainkan kemampuan dan penguasaan terhadap koleksi referens harus mereka kuasai, di samping berpengetahuan luas, dan mengetahui cara menggunakan sumber-sumber referens tersebut dengan baik dan benar.
Dari itulah, tulisan ini akan mencoba merefleksikan mengenai kualifikasi Pustakawan Referens yang unggul itu seperti apa. Bahkan bisa jadi, tulisan ini bisa menjadi jawaban bagi mereka yang bertanya tentang bagaimana semestinya Pustakawan Referens dalam mengaplikasikan kemampuannya dalam bidang yang mereka geluti saat ini. Bisa jadi, Pustawakan Referens saat ini masih belum banyak memahami tentang konsep layanan yang harus mereka lakukan. Tidak heran jika mungkin koleksi referens hanya menjadi penghias rak buku Perpustakaan belaka, tanpa ada yang menyentuhnya. Tapi hal itu wajar saja karena mungkin Pustakawannya kurang menarik, dan semacamnya.  
Bagi penulis, tulisan ini tidak hanya sebuah eksperimen bisa saja. Akan tetapi, tulisan ini akan mencoba mengungkap sisi-sisi terdalam Pustakawan Referens yang seharusnya dimilikinya dan diaplikasikannya secara nyata dalam kehidupan kepustakawanan. Yang jelas, bagi mereka yang berprofesi sebagai Pustakawan Referens yang masih belum mengetahui banyak hal tentang esensi dari Pustakawan Referens, penulis pikir tulisan ini bisa menjadi rujukan mereka dalam berproses menjadi Pustawakan Referens yang benar-benar memiliki kualifikasi yang unggul.
Penulis memberi judul tulisan ini “Kualifikasi Pustakawan Referens (Reference) Harus Unggul”, ini merupakan sebuah cerminan nantinya supaya Pustakawan-Pustakawan yang berada dalam bidang layanan referens, akan menyadari tanggung jawab mereka yang sebenarnya. Ketika mereka benar-benar menyadari tanggung jawab dan tugas-tugas yang mereka emban, penulis berasumsi bahwa kualifikasi-kualifikasi mereka tidak bisa diragukan lagi. Itulah, yang kemudian penulis bilang sebagai Pustawakan Unggul.
II.   Layanan Referens (reference)
Layanan referens merupakan sebuah bagian dari jasa layanan pada sebuah Perpustakaan. Secara etimologis, referens berasal dari kata to refer yang berarti menunjukkan atau merujuk—begitupun dengan pengertian layanan referensi tersebut.[3]
Dalam sumber lain dikatakan, bahwa layanan referens merupakan sebuah bagian dari jasa Perpustakaan, dan disediakan untuk pengguna (pemustaka) untuk memenuhi kebutuhannya. Mudahnya, layanan referens ini ditandai dengan pelayanan yang dilakukan oleh Pustakawan Referens dengan menggunakan koleksi-koleksi referens itu sendiri.
Adapun koleksi-koleksi referens itu mencakup kamus, ensiklopedia, direktori, buku tahunan, dan lain-lain [4]. Secara cukup spesifik, Junaida S.Sos., dalam tulisannya Pelayanan Referensi di Perpustakaan, membagi jumlah koleksi-koleksi referens ke dalam sebelas bagian. Meliputi, kamus, ensiklopedia, sumber biografi, buku tahunan, almanac, sumber geografis, direktori, sumber rujukan mutakhir, sumber statistik, buku panduan dan pedoman (manual), dan bibliografi. Pada dasarnya sama, hanya saja pemahaman dan pengertian yang beragam dari banyak pihak, menjadikan semakin kayanya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya di bidang layanan referens ini.
Berbagai koleksi-koleksi referens di atas tadi, akan menjadi kunci jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke perpustakaan. Hanya saja, menurut Sulistiyo Basuki “…objek jasa rujukan yaitu buku referens, fungsi, tradisi, serta situasinya yang mempengaruhi jasa rujukan akan berbeda dari satu perpustakaan ke perpustakaan lain.”[5]
Sulistiyo Basuki, dalam penjelasan selanjutnya menyampaikan bahwa jasa rujukan (referens) dibagi atas tiga kelompok besar, pertama, jasa dasar. Jasa dasar adalah sebuah jasa yang harus dilakukan oleh setiap perpustakaan. Adapun jasa dasar yang harus dilakukan tersebut meliputi, pemberian informasi umum, penyediaan informasi khusus, bantuan dalam menelusur dokumen, bantuan dalam menggunakan katalog, dan jasa bantuan menggunakan buku rujukan.
Kedua, jasa yang lazim dilaksakan. Berbagai jasa perpustakaan yang sering dilakukan meliputi, pinjam antar perpustakaan, tendon (reservation) buku, orientasi perpustakaan serta instruksi bibliografi, kunjungan perpustakaan, menyelenggarakan pameran termasuk pameran buku yang baru diterima, membantu penerbitan perpustakaan, jasa bimbingan pembaca, jasa pengindeksan dan abstrak, kompilasi bibliografi, pembuatan kliping, dan pembuatna jajaran vertical (vertical files) berisi pamflet prospectus, brosur, dan sebagainya.   
Ketiga, jasa yang jarang dilakukan. Ada beberapa jasa yang jarang dilakukan oleh Perpustakaan, yaitu, pameran majalah mutakhir, pembentukan jajaran khusus seperti jajaran berisi kegiatan dan peristiwa mutakhir atau surat  menyurat masa lalu dari badan induk, reproduksi dokumen, jasa terjemahan, dan jasa referral.
Hal-hal di atas, tentunya perlu diperhatikan oleh Pustakawan Referens. Kepintaran, kecerdasan, dan kejelian Pustakawan Referens akan sangat berguna bagi layanangan referens.   
Nah, mengapa di awal penulis sampaikan bahwa kualifikasi pustakawan referens harus unggul. Tentunya, kualifikasi pustakawan referens yang unggul akan berdampak positif bagi kenyamanan pengguna dan pemustaka ketika berkunjung ke Perpustakaan, lebih-lebih ketika melakukan Pustakawan Referens dan pengunjung ataupun pemustaka melakukan wawancara tentang koleksi referens tadi.  

III. Kualifikasi Pustakawan Referens (reference)
Pustakawan Referens harus memiliki kualifikasi khusus yang menjadikan mereka lebih unggul di banding Pustakawan lainnya. Pada dasarnya Pustakawan itulah yang akan membentuk kesan tersendiri di pandangan pengunjung, ketika Pustakawan tersebut memiliki tutur kata yang baik dan sopan, kemudian cara berkomunikasinya bagus beserta diksinya tepat dan sesuai sasaran. Tentu kesan pengunjung terhadap Pustawakan tersebut akan senang, dan membuat pengunjung akan tertarik untuk berkunjung yang kesekian kalinya.
          Akan tetapi, beda halnya dengan Pustakawan yang tidak sopan dalam tutur katanya, galak, tidak periang, kurang komunikatif, dan semacamnya, justru akan membentuk kesan buruk bagi Pustakawan tersebut, lebih-lebih terhadap Perpustakaan itu sendiri.
          Dijelaskan bahwa Pustakawan Reference harus memperhatikan paling tidak dua hal ini, supaya layanan referens tersebut bisa terselenggara dengan baik. Kedua hal tersebut, meliputi, bahwa pustakawan harus memiliki pengetahuan yang luas tentang berbagai sumber referens. Ketiak Pustakawan Referens sudah memilik hal yang pertama ini, sudah ada satu modal bagi Pustakawan tersebut dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Tetapi, tidak cukup hanya berbekal pengetahuan luas tentang sumber-sumber referens tersebut, pengetahuan tentang cara-cara penggunaan sumber referens tersebut dengan baik dan benar, juga harus dikuasi oleh Pustakawan Referens.    
Di samping kemampuan, dan kualifikasi-kualifikasi seperti disampaikan di atas. Beberapa hal yang juga tidak kalah pentingnya, dan bahkan cukup sentral keberadaannya, bahwa, Pertama, Pustawakan harus mampu berbahasa sesuai dengan masanya. Untuk saat ini, bahasa ingris menjadi keharusan yang mesti mereka (pustakawan referens) kuasai. Tuntutan zaman, dengan kemodernan dan globalisasi yang semakin jauh berkembang pesat, menuntut mereka menguasainya. Bisa jadi, beberapa tahun mendatang apabila bahasa Indonesia sudah go international, atau dengan kata lain kedudukannya sama dengan bahasa ingris saat ini. tentunya, pustakawan-pustakawan referens di luar kawasan Indonesia harus mengusasi secara penuh bahasa Indonesia kita.
Kedua, harus memiliki sikap ramah, terampil, bertanggung jawab, memiliki sikap daya tanggap yang cukup, serta memiliki sikap peduli. Apabila kemampuan sikap-sikap di atas bisa mereka (Pustakawan Referens) kuasai dengan baik, pastinya pengunjung atau pemustaka akan merasakan kenyamanan. Ketika mereka sudah merasakan demikian, akan terjamin pengunjung akan meningkat dan citra Perpustakaan tersebut akan bagus. Sebuah layanan referens bisa dikatakan baik apabila pengunjung dan pemustaka bisa merasakan kepuasan terhadap pelayanannya. Seperti disampaikan, pelayanan yang baik terhadap pengunjung dan pemustaka, akan berdampak positif terhadap semua belah pihak, terhadap perpustakaannya, pengunjung dan pemustakanya, begitupun terhadap Pustakawan Referens.
Ketiga, menguasai teori dan konsep komunikasi interpersonal. Secara sederhana komunikasi interpersonal dalam layanan referens, merupakan sebuah komunikasi yang dilakukan oleh Pustakawan Referens dan pemustaka. Atau dalam kata lain, sebuah interaksi dan komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang saling memiliki keterikatan emosi antara satu dan lainnya (Pustakawan Referens dan Pemustaka). Kemampuan tersebut akan menopang kinerja mereka ketika terjadi benturan dan bahkan beda pendapat, dengan demikian Pustakawan Referens sudah bisa tahu solusinya bagaimana.
Keempat, memahami psikologi pengunjung dan pemustaka. Hal yang kadang terlupakan oleh beberapa Pustakawan Referens, adalah kemampuan memahami psikologi pengunjung dan pemustaka. Kemampuan ini sangat urgen, sebab dengan itulah Pustakawan Referens bisa memahami bagaimana sebenarnya pemustaka tersebut. Memahami karakter pengunjung dan pemustaka, merupakan bagian dari proses memahami psikologi mereka.
Kelima, Pustakawan harus mampu menguasai teori-teori konsep diri. Memahami konsep-konsep dan teori teori tentang diri, akan berpengaruh positif terhadap baik tidaknya respon yang akan ditimbulkan oleh pengunjung dan pemustaka, terhadap Pustakawan Referens, dan terhadap institusi Perpustakaan. Pustakawan Referens yang telah mampu memahami konsep diri-(nya) dengan baik, dan diaplikasikannya dalam kesehariannya, penulis berkeyakinan bahwa hasil yang akan ditimbulkan akan jauh lebih baik dibandingkan Pustakawan Referens yang tidak memahami konsep diri-(nya).
Terlepas dari baik tidaknya sebuah layanan referens, tidak hanya terletak terhadap kelengkapan koleksi referensnya, dan fasilitas yang memadadi dalam Perpustakaan tersebut. Melainkan, Pustakawan Referens mempunyai andil yang cukup sentral. Untuk itulah, pemberdayaan dan pelatihan tentang kepustakawanan harus sering kali mereka ikuti guna untuk memperluas cakrawala berpikir mereka. Sebab layanan referens, cukup memiliki ketergantungan terhadap Pustakawannya. Pustakawannya menguasai apa yang penulis sampaikan di atas, koleksinya memadai, fasilitasnya cukup, akan berpengaruh positif terhadap semua pihak.
Harapannya dengan beberapa hal yang penulis sampaikan di atas, bisa menjadi rujukan dan tambahan pengetahuan di bidang kepustakawanan pada layanan referens. Mengenai bagaimana semestinya seorang Pustakawan Referens, penulis sampaikan dengan bahasa yang tidak sulit dimengerti dan tidak terkesan menggurui.
    
IV.Penutup
Sebagai penutup, penulis berkeyakinan bahwa suatu bangsa yang besar tidak akan terlepas dari sebuah proses panjang untuk melahirkan sejarah baru. Dunia pendidikan bangsa ini, tidak akan mengalami perkembangan pesat ketika keberadaan dianggap remeh oleh kebanyakan. Bahkan, bisa jadi kiamat pendidikan ketika perpustakaan sudah dianggap tidak penting keberadaannya oleh pemerintah. Sehingga tidak ada perhatian secara khusus dalam hal manajemen, ataupun dalam hal pengelolaan perpustakaannya.
Pada akhir tulisan ini, penulis ingin mengutip sebuah kalimat dari Sutarno NS dan bagi penulis cukup menarik. Sutarno NS mengatakan bahwa “Sebuah Perpustakaan akan dapat ‘memainkan’ peran sebagaimana mestinya manakala dikelola menurut ‘kaidah’ yang berlaku. Kaidah itu adalah teori atau ilmu perpustakaan, dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan seperti manajemen, sistem informasi manajemen, dan teknologi informasi. Kedua, menurut praktik yang disesuaikan dengan situasi dan lingkungan setempat.”
Hubungannya dengan tema yang penulis sampaikan dalam tulisan ini, diharapkan Pustakawan Referens bisa melek dan terbuka cakrawala berpikirnya. Sehingga tidak berkutat dalam hal teknis belaka.
Berbagai masukan yang penulis sampaikan dalam berbagai lembaran kertas ini, tidak akan bermakna apa-apa jika tidak ada feedback dari berbagai pihak yang membacanya. Tulisan ini akan menjadi lembaran-lembaran kumuh nantinya, ketika yang membaca tulisan ini hanya diam dan tidak mau untuk mengkritisinya demi perbaikan ke depannya.
Layaknya sebuah manusia biasa, penulis bukan superhero yang selalu benar. Tetapi, penulis adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan, keterbatasan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan. Dengan tulisan ini, penulis mencoba untuk terus membenah diri untuk memperluas cakrawala berpikir penulis.
Untuk itulah, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah “Reference Resource and Servieces”. Neon tidak akan pernah bisa memantulkan cahaya terangnya, jika tidak disuplai dengan energi (listrik) dan semacamnya. Bagi penulis Dosen merupakan sumber energi terbesar, demi tercapainya kehidupan yang benar-benar hidup. Dan tidak lupa, penulis sampaikan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu terselesainya tulisan ini.
Terakhir dan paling akhir, penulis mengucapkan banyak terima kasih terhadap siapapun yang telah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan sederhana ini. semoga tulisan ini bermanfaat.










Bahan Bacaan:
1.  Sulistiyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Penerbit PT Gramedia Psutaka Utama, Jakarta.
2.  Sutarno NS, Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit Sagung Seto, Jakarta. 2006
3.  Inotji Hajatullah dan Puadah Djamilah, Layanan Referensi, Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Peneltian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 2000
4.  Lukito Adhi Utomo, Analisis Sikap Pustakawan Referensi Dalam Melayani Mahasiswa Di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Semarang.
5.  Aa Kosasih, S.Sos., Layanan Referensi dan Serial Perpustakaan Sekolah, Makalah yang disampaikan pada Workshop dan Pelatihan Tenaga Kepustakaan Sekolah pada tingkat SMP/SMP/SMK se-Jawa Timur, pada tanggal 22 Agustus 2006



[1] Tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester (UAS) semester III/Ganjil 2012-2013 pada hari Rabu (09/01/2013), Mata Kuliah “Reference, Resource and Servieces”, bersama Drs. H. Dian Sinaga., M.S., dan Saleha Rodiah, S.Sos., M.Si., pada Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, 2012.
[2] Abd. Qadir Jailani, dengan NPM 210210110093, mahasiswa kelas C 2011 pada Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
[3] Lihat, Aa Kosasih, S.Sos, dalam makalahnya yang berjudul Layanang Referensi dan Serial Perpustakaan Sekolah, yang disampaikan pada Workshop dan Pelatihan Tenaga Kepustakaan Sekolah pada tingkat SMP/SMP/SMK se-Jawa Timur, pada tanggal 22 Agustus 2006. hal. 3    
[4] Sulistiyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 440
[5] Ibid, hal. 448