ORANG MADURA TAPI TAK PERNAH KE MADURA
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Madura_Decoration.jpg |
Dua tahun yang lalu, tepatnya di akhir tahun 2012 saya ke Yogjakarta. Perjalanan dari Bandung-Yogjakarta memang tidak selama pulang kampung ke Madura, ya kurang lebih membutuhkan waktu dua belas jam dengan Bus. Kalau dengan Kereta Api, kurang dari itu tentunya apalagi dengan pesawat. Saya ke Yogyakarta karena ada acara pertemuan mahasiswa nasional yang menggeluti dunia jurnalistik, lebih tepatnya ada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di sana.
Bagi saya Yogyakarta bukan menjadi kota yang asing
bagi saya, sebab dua tahun sebelumnya saya juga ke sana, kendatipun maksud dan
tujuannya berbeda. Terlebih di Yogyakarta, sangat banyak teman-teman saya yang
menimba ilmu di sana. Sehingga, saya tidak terlalu khawatir tidak ada
siapa-siapa di Yogyakarta. Teman-teman dari kampung, pun teman-teman saya dari
pesantrena yang menumpuk di Yogyakarta untuk menimba ilmu.
Jembatan Suramadu di malam hari, kerren luar biasa, hehe.
Foto diambil di http://antarjemputbandarajuanda.blogspot.com/
|
Saya berdua dengan kawan saya dari Bandung, saya dan
kawan saya satu kampus, lebih tepatnya dia senior saya di kampus. Waktu itu kami
berangkat sekitar jam delapan atau jam Sembilan malam. Esok harinya, kami harus
sudah di Yogyakarta mengikuti pembukaan acaranya yang kebetulan lokasinya di
kampus UIN Sunan Kalijaga. Prediksi saya benar, esok harinya sekitar jam
delapan pagi saya dan senior saya sudah sampai di UIN Yogyakarta. Memang saya
sengaja tidak mengabari teman-teman saya di Yogyakarta, saya sengaja akan
mengabari mereka sesampainya di sana.
Sekitar jam delapan kami sampai, bukan langsung
istirhat di hotel, asrama, atau apalah namanya. Melainkan kami langsung
mengikuti acara pembukaan yang berlangsung di Gedung Serba Guna UIN Sunan
Kalijaga. Sudah cukup ramai yang datang, ya kalau dihitung ada seribuan atau
bahkan lebih yang mengikuti prosesi acara pembukaan. Acara ini diikuti oleh
hampir seluruh daerah di Indonesia mengirimkan delegasinya.
Dari awal saya sudah yakin, pasti dari Madura aka nada
perwakilannya untuk hadir dalam acara ini. Peserta yang hadir sangat meriah,
ditambah keberadaan media massa baik cetak ataupun non cetak sangat ramai juga
meliput prosesi acara pembukaan itu. Saya tidak terlalu banyak kemana-mana,
saya mengikuti dengan serius prosesi pembukaan acara. Ada banyak tokoh nasional
yang datang, hanya saja saya lupa namanya kecuali Akbar Tanjung yang saya tahu,
selebihnya saya lupa.
Acara pembukaan berakhir sekitar jam dua siang, ternyata duduk dari jam delapan sampai jam dua
cukup melelahkan. Saya keluar dari tempat acara, sambil mencari secangkir kopi,
paling tidak untuk tidak memanjakan mata saya yang sudah mulai menatap tak
mampu meminta untuk dipejamkan. Tanpa disengaja, ternyata dari kejauhan saya
melihat cukup banyak teman-teman saya dari Madura di sini, saya sengaja memang
tidak langsung nyamperi teman-teman saya.
Dari kejauhan, setelah membeli secangkir kopi saya duduk
di pojokan yang tidak banyak orang-orang berhamburan disana-sini. Di depan
Gedung Serba Guna, saya melihat senior saya di pesantren sedang menjaga lapak (tempat)
penjualan buku. Lebih terkejutnya lagi, ada senior saya di pesantren sedang
jualan kopi, rokok, dan minuman ringan di bawah pohon depannya Gedung Serba
Guna. Beres minum kopi, rasa kantuk yang sudah hilang saya hubungi teman-teman
saya yang kuliah di sini, satu demi satu berdatangan teman-teman. Luar biasa
loyalitas teman-teman saya di sini memang.
Di Yogyakarta, memang menjadi sarangnya orang Madura. Termasuk
teman-teman saya, di Yogyakarta sangat banyak. Saya tidak ingin bercerita
banyak tentang perjalanan saya selama di Yogyakarta. Saya hanya ingin bercerita
tentang sahabat, teman, dan kawan saya yang baru kenal di acara ini.
Selesai acara pembukaan, peserta Mukernas termasuk
saya dan senior saya dari Bandung dibawa ke Villa yang berlokasi dekat sekali
dengan Gunung Merapi. Hanya saja, saya tidak beserta mereka dengan kendaraan
yang disiapkan oleh panitia. Saya meminta teman saya nganterin ke Villa,
setelah keliling-keliling Yogyakarta sebentar.
Di Villa inilah, saya bertemu dengan banyak orang dari
asal daerah, mulai dari Papua (Jayapura) sampai dari Aceh saya bertemu dengan
mereka. Menariknya, saya bertemu dengan banyak orang Madura. Ada yang memang
delegasi dari Madura sendiri, tapi yang menarik saya bertemu dengan orang
Madura, yang menjadi delegasi daerah-daerah lain, seperti dari Jember, Jakarta,
Yogyakarta, dan dari Pontianak. Termasuk saya dari Madura, yang menjadi wakil
dari Bandung. Begitupun dengan pengurus nasional yang mengadakan Mukernas, sekjennya
berasal dari Madura (Pamekasan).
Dari sekian banyak yang saya temui dari Madura, saya
tertarik untuk menceritakan orang Madura yang menjadi delegasi dari Pontianak. Hamidun
namanya yang saya kenal, dari nama saja memang sudah Madura banget. Logat bahasa
Maduranya juga sangat kental dank has sekali. Menariknya, Hamidun belum pernah
sama sekali ke Madura walaupun dia keturunan Madura tulen, ayah dan ibunya juga
Madura. Hamidun bercerita, kalau
sebetulnya di Madura juga masih banyak sanak familinya di sana.
Inilah menariknya, sebab terujinya kecintaan, loyalitas
terhadap kesukuan dan keadatan ketika mereka sudah tidak di tanah asalnya (Madura).
Bagaimana cerita selanjutnya tentang Hamidun yang belum pernah ke Madura? Kecintaannya terhadap
Madura, sungguh luar biasa, kendatipun Hamidun tidak di Madura, tetapi
kebanggaannya terhadap Madura selalu dia tunjukkan.
Hamidun barangkali adalah satu dari sekian banyak
orang Madura yang tidak tinggal di Madura, barangkali di tempat lainnya juga
masih banyak. Bahkan, mungkin tidak hanya di dalam negeri saja, di luar negeri
pun barangkali masih sangat banyak. Hanya merekalah yang bisa menentukan bagaimana
kultur, adat, dan ataupun kesukuan Madura yang sebenarnya.
Hanya merekalah yang
di luar Madura yang bisa menunjukkan bahwa orang Madura mampu dan bisa menjaga
kultur, terlebih kultur keislaman yang mendominasi di Madura. Melalui simbol
sarung dan kopiah yang biasa mereka kenakan, sudah selayaknya tetap dijaga
dimanapun berada, budaya mengaji ke surau di waktu maghrib sampai isya, juga
budaya menghormati tamu dengan penghormatan yang sebaik-baiknya. Merupakan budaya
yang terbangun di Madura, termasuk rumus Bapa, Babu, Guru Rato. (*)
Label: ESAI, PERJALANANKU
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda