Rabu, 25 Juni 2014

ORANG MADURA TAPI TAK PERNAH KE MADURA

http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Madura_Decoration.jpg


Dua tahun yang lalu, tepatnya di akhir tahun 2012 saya ke Yogjakarta. Perjalanan dari Bandung-Yogjakarta memang tidak selama pulang kampung ke Madura, ya kurang lebih membutuhkan waktu dua belas jam dengan Bus. Kalau dengan Kereta Api, kurang dari itu tentunya apalagi dengan pesawat. Saya ke Yogyakarta karena ada acara pertemuan mahasiswa nasional yang menggeluti dunia jurnalistik, lebih tepatnya ada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di sana.

Bagi saya Yogyakarta bukan menjadi kota yang asing bagi saya, sebab dua tahun sebelumnya saya juga ke sana, kendatipun maksud dan tujuannya berbeda. Terlebih di Yogyakarta, sangat banyak teman-teman saya yang menimba ilmu di sana. Sehingga, saya tidak terlalu khawatir tidak ada siapa-siapa di Yogyakarta. Teman-teman dari kampung, pun teman-teman saya dari pesantrena yang menumpuk di Yogyakarta untuk menimba ilmu.
Jembatan Suramadu di malam hari, kerren luar biasa, hehe.
Foto diambil di http://antarjemputbandarajuanda.blogspot.com/

Saya berdua dengan kawan saya dari Bandung, saya dan kawan saya satu kampus, lebih tepatnya dia senior saya di kampus. Waktu itu kami berangkat sekitar jam delapan atau jam Sembilan malam. Esok harinya, kami harus sudah di Yogyakarta mengikuti pembukaan acaranya yang kebetulan lokasinya di kampus UIN Sunan Kalijaga. Prediksi saya benar, esok harinya sekitar jam delapan pagi saya dan senior saya sudah sampai di UIN Yogyakarta. Memang saya sengaja tidak mengabari teman-teman saya di Yogyakarta, saya sengaja akan mengabari mereka sesampainya di sana.

Sekitar jam delapan kami sampai, bukan langsung istirhat di hotel, asrama, atau apalah namanya. Melainkan kami langsung mengikuti acara pembukaan yang berlangsung di Gedung Serba Guna UIN Sunan Kalijaga. Sudah cukup ramai yang datang, ya kalau dihitung ada seribuan atau bahkan lebih yang mengikuti prosesi acara pembukaan. Acara ini diikuti oleh hampir seluruh daerah di Indonesia mengirimkan delegasinya.

Dari awal saya sudah yakin, pasti dari Madura aka nada perwakilannya untuk hadir dalam acara ini. Peserta yang hadir sangat meriah, ditambah keberadaan media massa baik cetak ataupun non cetak sangat ramai juga meliput prosesi acara pembukaan itu. Saya tidak terlalu banyak kemana-mana, saya mengikuti dengan serius prosesi pembukaan acara. Ada banyak tokoh nasional yang datang, hanya saja saya lupa namanya kecuali Akbar Tanjung yang saya tahu, selebihnya saya lupa.

Acara pembukaan berakhir sekitar jam dua siang,  ternyata duduk dari jam delapan sampai jam dua cukup melelahkan. Saya keluar dari tempat acara, sambil mencari secangkir kopi, paling tidak untuk tidak memanjakan mata saya yang sudah mulai menatap tak mampu meminta untuk dipejamkan. Tanpa disengaja, ternyata dari kejauhan saya melihat cukup banyak teman-teman saya dari Madura di sini, saya sengaja memang tidak langsung nyamperi teman-teman saya.

Dari kejauhan, setelah membeli secangkir kopi saya duduk di pojokan yang tidak banyak orang-orang berhamburan disana-sini. Di depan Gedung Serba Guna, saya melihat senior saya di pesantren sedang menjaga lapak (tempat) penjualan buku. Lebih terkejutnya lagi, ada senior saya di pesantren sedang jualan kopi, rokok, dan minuman ringan di bawah pohon depannya Gedung Serba Guna. Beres minum kopi, rasa kantuk yang sudah hilang saya hubungi teman-teman saya yang kuliah di sini, satu demi satu berdatangan teman-teman. Luar biasa loyalitas teman-teman saya di sini memang.

Di Yogyakarta, memang menjadi sarangnya orang Madura. Termasuk teman-teman saya, di Yogyakarta sangat banyak. Saya tidak ingin bercerita banyak tentang perjalanan saya selama di Yogyakarta. Saya hanya ingin bercerita tentang sahabat, teman, dan kawan saya yang baru kenal di acara ini.

Selesai acara pembukaan, peserta Mukernas termasuk saya dan senior saya dari Bandung dibawa ke Villa yang berlokasi dekat sekali dengan Gunung Merapi. Hanya saja, saya tidak beserta mereka dengan kendaraan yang disiapkan oleh panitia. Saya meminta teman saya nganterin ke Villa, setelah keliling-keliling Yogyakarta sebentar.

Di Villa inilah, saya bertemu dengan banyak orang dari asal daerah, mulai dari Papua (Jayapura) sampai dari Aceh saya bertemu dengan mereka. Menariknya, saya bertemu dengan banyak orang Madura. Ada yang memang delegasi dari Madura sendiri, tapi yang menarik saya bertemu dengan orang Madura, yang menjadi delegasi daerah-daerah lain, seperti dari Jember, Jakarta, Yogyakarta, dan dari Pontianak. Termasuk saya dari Madura, yang menjadi wakil dari Bandung. Begitupun dengan pengurus nasional yang mengadakan Mukernas, sekjennya berasal dari Madura (Pamekasan).

Dari sekian banyak yang saya temui dari Madura, saya tertarik untuk menceritakan orang Madura yang menjadi delegasi dari Pontianak. Hamidun namanya yang saya kenal, dari nama saja memang sudah Madura banget. Logat bahasa Maduranya juga sangat kental dank has sekali. Menariknya, Hamidun belum pernah sama sekali ke Madura walaupun dia keturunan Madura tulen, ayah dan ibunya juga Madura.  Hamidun bercerita, kalau sebetulnya di Madura juga masih banyak sanak familinya di sana.

Inilah menariknya, sebab terujinya kecintaan, loyalitas terhadap kesukuan dan keadatan ketika mereka sudah tidak di tanah asalnya (Madura). Bagaimana cerita selanjutnya tentang Hamidun yang  belum pernah ke Madura? Kecintaannya terhadap Madura, sungguh luar biasa, kendatipun Hamidun tidak di Madura, tetapi kebanggaannya terhadap Madura selalu dia tunjukkan.

Hamidun barangkali adalah satu dari sekian banyak orang Madura yang tidak tinggal di Madura, barangkali di tempat lainnya juga masih banyak. Bahkan, mungkin tidak hanya di dalam negeri saja, di luar negeri pun barangkali masih sangat banyak. Hanya merekalah yang bisa menentukan bagaimana kultur, adat, dan ataupun kesukuan Madura yang sebenarnya. 

Hanya merekalah yang di luar Madura yang bisa menunjukkan bahwa orang Madura mampu dan bisa menjaga kultur, terlebih kultur keislaman yang mendominasi di Madura. Melalui simbol sarung dan kopiah yang biasa mereka kenakan, sudah selayaknya tetap dijaga dimanapun berada, budaya mengaji ke surau di waktu maghrib sampai isya, juga budaya menghormati tamu dengan penghormatan yang sebaik-baiknya. Merupakan budaya yang terbangun di Madura, termasuk rumus Bapa, Babu, Guru Rato. (*)              

Label: ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda