Sabtu, 21 Juni 2014

MATI SURINYA PERADABAN MAHASISWA


Mubes HIMAKA Tahun 2012
Gejolak dan geliat pemikiran yang semakin rapuh, telah melahirkan sebuah peradaban baru; mahasiswa tanpa nilai. Tersisih oleh kemajuan peradaban barat, pun dengan K-Pop ala korea telah memudarkan semangat nilai-nilai kemahasiswaan yang semestinya terbangun. Tugas mahasiswa yang semestinya menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen pengontrol sosial (agent of social control), hanya menjadi bumbu-bumbu penyedap rasa kemahasiswaan yang mulai pudar.
           
Kondisi mahasiswa terkini, tak jauh beda seperti melihat kondisi bangsa ini yang mulai rapuh nilai-nilai kebangsaannya. Degradasi moral mahasiswa, mencerminkan betapa kondisi bangsa ini tengah mati suri dan belum bisa bangun kembali. Westernisasi budaya yang sudah merajalela, telah meninabobokkan mahasiswa untuk terlelap dalam keindahan semu. Hedonisme dan budaya konsumtif, telah melekat erat dalam diri mahasiswa terkini.

Di mana kondisi mahasiswa yang terkenal kritis, idealis walaupun agak terlihat pragmatis. Dan dimana kondisi mahasiswa yang dulunya mempunyai peranan penting dalam memerdekakan dan ikut serta membangun bangsa ini. Toh walaupun bangsa ini telah merdeka sekian tahun yang lalu, tapi nyatanya kemerdekaan sejati belum ada di negeri ini. Lihat kaum miskin di pinggiran jalan, penderitaan terjadi di hampir pelosok negeri ini. Tidak hanya itu pula, berbagai tindakan kejahatan yang dilakukan oknum penguasa telah menjadi sarapan pagi di berita nasional.

Sangat frontal sekali, melihat kondisi mahasiswa terkini dibanding dengan kondisi mahasiswa dulu awal-awal diproklamirkannya kemerdekaan bangsa ini. Kritis, intelektualis, dan penuh dengan semangat kemerdekaan untuk memerdekakan bangsa ini kearah sejatinya kemerdekaan. Tetapi saat ini mahasiswa, hanya menjadi labelitas jenjang pendidikan yang belum menemui arah kependidikannya.

Buktinya, kualitas pendidikan Indonesia menurut UNESCO tahun 2011 mencatat bahwa, kualitas pembangunan pendidikan (Education Development Index) Indonesia berada pada posisi 69 dari 127 negara di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia masih kalah jauh dengan Negara tetangga seperti Malaysia dengan posisi ke-65 dan Brunei, yang merupakan Negara kecil berada pada posisi ke-34.   

Bangsa ini belum merdeka
Sejatinya, mahasiswa adalah tonggak keberhasilan suatu bangsa. Sebab itulah amanat pembukaan UUD 1945 yaitu “…mencerdaskan anak bangsa”, semestinya harus direalisasikan dengan seutuhnya. Generasi bangsa ini tidak boleh ada yang tidak berpendidikan, generasi muda harus mengenyam pendidikan. Mirisnya memang, kendala biaya selalu menjadi momok besar ketidak berhasilnya pemerintah dalam mengelola pendidikan bangsa ini.

Dalam hal ini, pendidikan seharusnya disakralisasi menjadi sebuah kesepemahaman hidup bahwa pendidikan adalah nyawa kebangsaan. Di tingkat mahasiswa, pendidikan di perguruan tinggi masih dianggap cupu dan seakan tidak sakral. Terbukti, dunia kampus saat ini sepi dari kekritisan mahasiswa. Tidak keliru jika muncul istilah kupu-kupu dan istilah kunang-kunang di dunia kampus.

Saat ini, mahasiswa lebih gemar mendengarkan ceramah dosen di kelas tanpa mengkritisi apa yang disampaikan dosen. Padahal, dosen bukan Dewa yang selalu harus diikuti kata-katanya (Soe Hok Gie). Bahkan, dunia kampus terlihat sepi ketika kegiatan perkuliahan usai. Sebab mahasiswanya telalu bangga dengan sebutan kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang). Begitupun mahasiswa terlalu senang ketika disebut sebagai mahasiswa kunang-kunang, kuliah nangkring-kuliah nangkring.

Bagus, kalau misalnya tempat nangkringnya adalah ruang baca, diskusi, dan ataupun ruang intelektualitas lainnya. Tetapi, bukan perpustakaan atau ruang diskusi yang menjadi tempat nangkring, akan tetapi mall, bioskop, dan tempat hiburan lainnyalah yang menjadi tempat nangkring. Apakah ini budaya mahasiswa, entahlah.

Militansi mahasiswa sudah tidak kita temui saat ini, jiwa kekritisannya sudah ternodai oleh budaya barat dan K-Pop ala korea. Mahasiswa saat ini sudah dijajah oleh budaya luar, terasing oleh budaya sendiri. Sungguh menyakitkan ketika bangsa ini dipersandingkan dengan negara lain (Malaysia, Brunei, dll), Indonesia selalu tersisih dan terasingkan.


Mahasiswalah yang semestinya harus keluar dari singgasana hedonisme dan konsumtif, menuju singgasana yang lebih megah lagi yaitu singgasana kemerdekaan sejati. Sudah saatnya mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control untuk menjadi komando terdepan kemajuan bangsa ini. Bobroknya peta perpolitikan bangsa ini, seharusnya memicu untuk mendobrak degradasi moral politik kebangsaan. Semoga, mahasiswa menemukan kembali gairah kritis, dan intelektualitasnya. 

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda