PROFESI PUSTAKAWAN; ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN TERKINI
Pustakawan Fikom Library and Knowledge Centre Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran sedang melayani Pemustaka (User) |
Dari awal, perpustakaan selalu hadir di
tengah-tengah kehidupan akademisi sebagai sebuah tools. Menyibak
perpustakaan kekinian, justru lebih menarik ketimbang mempersoalkan
perpustakaan konvensional yang selalu dipandang sebelah mata. Belakangan ini
memang berkembang, perpustakaan-perpustakaan termodernisasi yang menganggap
bisa lebih dekat dengan pemustaka atau usernya.
Kita bisa melihat, bagaimana Taman Baca
Masyarakat atau yang biasa kita kenal dengan TBM bisa jadi lebih merakyat dan
lebih dekat dibandingkan perpustakaan-perpustakaan pemerintah yang ada. TBM
pada dasarnya transformasi dari perpustakaan, tetapi tidak mengubah fungsi dan
tujuan dari perpustakaan itu sendiri. Bahkan, keberhasilan TBM ini dibuktikan
oleh Sudut Baca Soreang (SBS) yang dipimpin langsung oleh Agus Munawar. Dan
terbukti pada tahun yang lalu (2013), SBS menjadi TBM terbaik tingkat nasional.
Kaitannya TBM dengan perpustakaan, pada
dasarnya sangat berkaitan erat, mengingat TBM sendiri menurut interpretasi
penulis merupakan afiliasi dari sebuah perpustakaan yang ada. Barangkali, di
sinilah peran pustakawan memainkan peranannya sesuai dengan kode etik yang
berlaku pada sebuah institusi.
Peran Pustakawan
Belakangan ini, dengan maraknya perpustakaan
dalam wujud yang bermacam-macam menuntut pustakawan baik di tingkat daerah
maupun di tingkat nasional, untuk ikut serta memperhatikan, dan mengevaluasi
bagaimana sebuah perpustakaan yang ideal. Perpustakaan, pada dasarnya memiliki
tanggung jawab yang besar demi mewujudkan amanat pembukaan undang-undang dasar
yaitu untuk mencerdaskan anak bangsa.
Sutarno NS (2005:46) dalam bukunya yang
berjudul Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Masyarakat
Informasi, memberi penjabaran bahwa bagaimana sebuah perpustakaan memilliki
konsekuensi logis atas keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Sutarno juga
melanjutkan bahwa masyarakat yang dimaksud merupakan kelompok atau segmen
masyarakat yang telah dtetapkah dan diarahkan untuk menjadi pemakai
perpustakaan.
Tentu menjadi jelas, ketika kita berbicara
mengenai perpustakaan terkini akan selalu bersinggungan dengan kiprah
pustakawan sebagai pengelola dari sebuah perpustakaan. Barangkali, jika merujuk
terhadap sebuah buku yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Pustakawan
Indonesia yang disusun oleh Harahap (1998:4), dijelaskan bahwa:
“Pustakawan
seseorang yang berijazah dalam bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
sekurang-kurangnya tingkat pendidikan professional dan atau berkualifikasi
setingkat yang diakui oleh Ikatan Pustakawan Indoensia, dan berkarya dalam
bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi, sesuai dengan metodologi
keimuan yang diperolehnya.”
Peranan dari pustakawan sendiri bisa dibilang
cukup sentral, hal ini dikarenakan berkaitan dengan berhasil atau tidaknya
tujuan dan fungsi dari perpustakaan itu sendiri. Dalam hal pelayanan misalnya,
Rachmawan Herwaman dan Zulfikar Zen (2010:57-59) menjabarkan dalam hal
pelayanan pustakawan cukup beragam dalam hal melayani pemustaka atau user. Seperti
di perpustakaan sekolah, perguruan tinggi ataupun perpustaaan khusus.
Di perpustakaan sekolah, pustakawan di
samping menjadi tugas utamanya juga berperan sebagai guru. Sedangkan di
perpustakaan perguruan tinggi pustakawan juga berperan sebagai dosen di
beberapa institusi tertentu. Bahkan di perpustakaan khusus, pustakawan juga
dituntu untuk menjadi peneliti, ataupun paling tidak sebagai mitra dari
peneliti tersebut.
Paling tidak menurut Hermawan dan Zen di
atas, peran dari pustakawan bisa dibagi menjadi empat peranan. Pertama, edukator.
Edikator yang dimaksud, pustakawan dalam tugasnya sebagai pustakawan harus
berjiwa pendidik, tentunya harus sesuai dengan fungsi pendidikan itu sendiri
yaitu mendidik, mengajar dan melatih.
Kedua, manajer. Secara nyata pustakawan merupakan manajer dari
sebuah informasi, pustakawan melakukan manajerial informasi sebelum dikonsumsi
oleh pemustaka atau user. Peranan dan tanggung jawab dari seorang pustakawan
adalah, bagaimana kualitas dan kelayakan sebuah informasi dalam sebuah lembaga
informasi, dalam hal ini adalah perpustakaan.
Ketiga, administrator. Peran
pustakawan sebagai administrator menganggap bahwa pustakawan harus mampu
melakukan tugas-tugas administrator seperti mampu menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi program perpustakaan. Selain itu, pustawakan juga harus mampu
melakukan analisis problem dan mampu menghasilkan solusi-solusi.
Keempat, supervisor.
Pustakawan berperan sebagai supervisor paling tidak mampu melaksanakan
pembinaan professional baik terhadap sesama pustakawan, ataupun terhadap
pemustaka itu sendiri. Selain itu, dalam hal ini pula dituntut mampu untuk bisa
meningkatkan prestasi, kemampuan, dan keterampilan, serta memiliki wawasan yang
luas.
Kode Etik dan Etika Kepustakawanan
Berbicara mengenai kode etik, tidak terlepas
dengan yang disebut etika, etika merupakan bagian ataupun cabang dari filsafat.
Seringkali kita mendengar istilah etika, etik, etis, ataupun moral. K. Bertens
(2011:3-4) dalam bukunya yang berjudul “Etika” memberikan penjabaran
yang cukup luas terkait etika. Menurut Bertens, etika berasal dari bahasa
Yunani kuno (etimologi) yaitu ethos. Artinya cukup beragam, tempat
tinggal yang biasa; padang rumput, kandang habitat; kebiasaan, adat; akhlak,
watak; perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Sedangkan dalam bentuk jamak yaitu ta etha,
yang berarti adat kebiasaan. Bertens menjabarkan bahwa dari bentuk jamak itulah
yang melatar belakangi terbentuknya istilah “etika”. Istilah “etika” ini
menurut Bertens sudah dipakai oleh Aristoteles (384-322 S.M) seorang filsuf
Yunani yang tidak asing namanya.
Kaitannya dengan etika, Hermawan dan Zen
(2010:75-76) juga memberi penjabaran menarik. Etika (ethics), mempunyati
pengertian standar tingkah laku dan perilaku manusia yang baik, yaknti tindakan
yang tepat, yang harus dilaksanakan oleh manusia yang sesuai ketentuan moral
pada umumnya.”
Kemudian apa yang dimaksud dengan kode etik,
Hermawan dan Zen (2010:80) juga memberi penjelasan daam halaman yang
selanjutnya bahwa kode etik merupakan sejumlah aturan yang mengatakan bagaimana
orang berperilaku dalam dalam hidupnya atau dalam situasi tertentu. Dalam
kacamata penulis, kode etik merupakan suatu aturan yang mengikat terhadap
seseorang baik dalam kehidupan keluarga, ataupun dalam kehidupan organisasi
yang terus berkelanjutan. Ketika aturan-aturan ini dilanggar maka akan ada
konsekuensi terhadap orang yang melakukan pelanggaran kode etik tersebut.
Cukup banyak ragam dari kode etik tersebut,
mulai dari kode etik pustakawan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), kode etik guru
atau dosen, kode etik wartawan atau jurnalis, dan banyak lagi kode etik yang
lainnya. Hal itu, bertujuan supaya apa yang menjadi tujuan dan tanggung jawab
baik lembaga ataupun perseorangan bisa terealisasi dengan baik.
Kaitannya dengan etika kepustakawanan itu
sendiri, sesuai dengan penjabaran mengenai etika tadi, boleh dibilang merupakan
perilaku atau tingkah laku yang baik pustakawan yang dilakukan terhadap pola
pelaksanaan tugas perihal kepustakawanan tersebut.
Setidaknya, dalam kode etik pustawakan
Indonesia terdapat kewajiban-kewajiban yang tentunya mengikat para pustakawan
untuk patuh dan tunduk terhadap kewajiban-kewajiban tadi. Hermawan dan Zen (2010:111-120)
menulis bahwa ada lima kewajiban pustakawan yang harus dilaksanakan dengan
baik. Namanya sebuah kewajiban, tentunya mengikat pustakawan untuk
mengaplikasikannya dalam kehidupannya pada lingkup kinerja. Kewajiban-kewajiban
itu meliputi, kewajiban kepada Bangsa dan Negara, kewajiban Kepada Masyarakat,
kewajiban kepada Profesi, kewajiban kepada rekan sejawat, dan kewajiban kepada
pribadinya.
Ketika kode etik ini berlangsung dengan baik
dalam pelaksanaannya, terutama oleh pustakawan, tidak akan terdapat
pelanggaran-pelanggaran terlebih dengan tanggung jawab yang diembannya. Bukan
malah, aturan ataupun kode etik itu hanya sebagai formalitas saja untuk
melengkapi berkas-berkas kelembagaan belaka.
Problema dan Tantangan Pustakawan
Perpustakaan lagi-lagi kembali harus kita
perbincangkan, hal ini karena seringkali perpustakaan tidak hanya dijadikan
sebagai batu sandaran sukses tidaknya sebuah pendidikan. Melainkan, seringkali
pula perpustakaan dijadikan alat untuk melakukan pelanggaran, baik dalam hal
keuangan, pelayanan, ataupun yang lainnya.
Beberapa waktu yang lalu, menurut laman yang
dirilis kompas online (22 Agustus 2013), terjadinya kasus korupsi dalam proyek
pengadaan dan instalasi perpustakaan UI tahun 2010-2011, yang menjerat Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia,
Keuangan, dan Administrasi Umum Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid. Menjadi
rekam jejak buruk bagaimana perpustakaan menjadi ladang basah untuk memperkaya
diri sendiri (korupsi).
Kasus tindak korupsi di
atas, merupakan tindakan eksploitasi yang dilakukan oleh personal. Tentu hal
itu merupakan pelanggaran dan kejahatan berkaitan dengan perpustakaan.
Terjadainya suatau kasus tertentu, dalam hal ini adalah korupsi tidak terlepas
dari kelalaian yang dilakukan oleh pustakawan dalam pengelolaan perpustakaan. Bahkan
boleh jadi, terjadinya pembiaran terhadap orang-orang yang melakukan
eksploitasi terhadap perpustakaan.
Bahkan mungkin tidak hanya
kasus itu saja, dalam proses pengadaan koleksi bahan pustaka rentan terjadinya
kejahatan. Eksploitasi, manipulasi dan lainnya yang termasuk dalam kejahatan
terkait perpustakaan seharusnya pustakawan mengambil peranannya sebagai
edukator, manajer, administrator, dan supervisor sebaik mungkin. Upaya-upaya
untuk meminimalisir pelanggaran dan kejahatan terkait dengan perpustakaan, adalah
tanggung jawab dari pustakawan sebagai manajer khususnya.
Berkaitan dengan keuangan ataupun anggaran,
seringkali bersinggungan dengan kejahatan terhadap keuangan dan anggaran.
Apalagi Perpustakaan dalam sebuah institusi pemerintahan ataupun swastas.
Terlebih lagi di perguruan tinggi, yang notabenenya anggaran perpustakaan
terbilang besar.
Merujuk terhadap apa itu perpustakaan menurut
Sulistyo Basuki (1991:3) dalam Pengantar Ilmu Perpustakaan bahwa:
“Perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung,
ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan
lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan
pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya
termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah, laporan, pamphlet,
prosiding, manuskrip (naskah), lembaran music, berbagai karya media audio-visual seperti film, slaid (slide),
kaset, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikro film, mikrofis, dan
mikroburam (microopaque).”
Itulah perpustakaan, eksploitasi dan
kejahatan masih saja selalu ada. Tidak memandang siapapun orangnya, jabatannya,
ataupun agamanya. Sehingga, etika dan moral itulah yang bisa menentukan
bagaimana kualitasi kinerja seseorang terhadap organisasi ataupun terhadap
institusinya, bertanggung jawabkah atau tidak.
Pustakawan juga harus mampu dan bisa
menyikapi sebuah anggapan yang mengatakan bahwa pustakawan, hanya menjadi salah
satu dari sekian banyak professional di bidang informasi. Pergeseran fungsi
pustakawan tadi dipengaruhi olehh
paradigma baru perpustakaan sebagai sebuah sistem informasi global yang telah
membuat kemungkinan tersedianya saluran-saluran informasi dan pengetahuan.
Sedangkan paradigma lama tentang perpustakaan adalah sebagai pemeihara utama
sumber informasi dan pengetahuan (Suwarno,2009:66).
Pustakawan dituntut untuk mampu menjawab
tantangan terkini terkait kepustakawanan. Sehingga peranannya tidak dipandang
sebelah mata oleh pihak manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Basuki, Sulistyo. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Bertens, K. 1993. Etika.Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Harahap, Basyral Hamidy. 1998. Kiprah Pustakawan:
Seperempat Abad Ikatan Pustakawan Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Pustakawan Indonesia.
Hermawan, Rachman, dan Zen, Zulfikar. 2010. Etika
Pustakawan. Jakarta: Sagung Seto.
Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi
Perputakaan. Jakarta: Sagung Seto
NS, Sutarno. 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan:
Dalam Mengembangkan Mayarakat Informasi. Jakarta: Panta Rei.
Internet:
1. http://nasional.kompas.com/read/2013/08/22/1817561/KPK.Jemput.Paksa.Saksi.Kasus.Perpustakaan.UI, diakses
pada 15 Maret 2014.
Label: ARTIKEL, Tugas Kuliah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda