MATI SURINYA PERADABAN MAHASISWA
Mubes HIMAKA Tahun 2012 |
Gejolak dan geliat
pemikiran yang semakin rapuh, telah melahirkan sebuah peradaban baru; mahasiswa
tanpa nilai. Tersisih oleh kemajuan peradaban barat, pun dengan K-Pop ala korea
telah memudarkan semangat nilai-nilai kemahasiswaan yang semestinya terbangun. Tugas
mahasiswa yang semestinya menjadi agen perubahan (agent of change) dan
agen pengontrol sosial (agent of social control), hanya menjadi
bumbu-bumbu penyedap rasa kemahasiswaan yang mulai pudar.
Kondisi mahasiswa
terkini, tak jauh beda seperti melihat kondisi bangsa ini yang mulai rapuh
nilai-nilai kebangsaannya. Degradasi moral mahasiswa, mencerminkan betapa
kondisi bangsa ini tengah mati suri dan belum bisa bangun kembali. Westernisasi
budaya yang sudah merajalela, telah meninabobokkan mahasiswa untuk terlelap
dalam keindahan semu. Hedonisme dan budaya konsumtif, telah melekat erat dalam
diri mahasiswa terkini.
Di mana kondisi
mahasiswa yang terkenal kritis, idealis walaupun agak terlihat pragmatis. Dan
dimana kondisi mahasiswa yang dulunya mempunyai peranan penting dalam
memerdekakan dan ikut serta membangun bangsa ini. Toh walaupun bangsa ini telah
merdeka sekian tahun yang lalu, tapi nyatanya kemerdekaan sejati belum ada di
negeri ini. Lihat kaum miskin di pinggiran jalan, penderitaan terjadi di hampir
pelosok negeri ini. Tidak hanya itu pula, berbagai tindakan kejahatan yang
dilakukan oknum penguasa telah menjadi sarapan pagi di berita nasional.
Sangat frontal sekali,
melihat kondisi mahasiswa terkini dibanding dengan kondisi mahasiswa dulu
awal-awal diproklamirkannya kemerdekaan bangsa ini. Kritis, intelektualis, dan
penuh dengan semangat kemerdekaan untuk memerdekakan bangsa ini kearah
sejatinya kemerdekaan. Tetapi saat ini mahasiswa, hanya menjadi labelitas
jenjang pendidikan yang belum menemui arah kependidikannya.
Buktinya, kualitas
pendidikan Indonesia menurut UNESCO tahun 2011 mencatat bahwa, kualitas
pembangunan pendidikan (Education Development Index) Indonesia berada
pada posisi 69 dari 127 negara di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia masih
kalah jauh dengan Negara tetangga seperti Malaysia dengan posisi ke-65 dan
Brunei, yang merupakan Negara kecil berada pada posisi ke-34.
Bangsa ini belum
merdeka
Sejatinya, mahasiswa
adalah tonggak keberhasilan suatu bangsa. Sebab itulah amanat pembukaan UUD
1945 yaitu “…mencerdaskan anak bangsa”, semestinya harus direalisasikan dengan
seutuhnya. Generasi bangsa ini tidak boleh ada yang tidak berpendidikan,
generasi muda harus mengenyam pendidikan. Mirisnya memang, kendala biaya selalu
menjadi momok besar ketidak berhasilnya pemerintah dalam mengelola pendidikan
bangsa ini.
Dalam hal ini,
pendidikan seharusnya disakralisasi menjadi sebuah kesepemahaman hidup bahwa pendidikan
adalah nyawa kebangsaan. Di tingkat mahasiswa, pendidikan di perguruan tinggi masih
dianggap cupu dan seakan tidak sakral. Terbukti, dunia kampus saat ini sepi
dari kekritisan mahasiswa. Tidak keliru jika muncul istilah kupu-kupu dan
istilah kunang-kunang di dunia kampus.
Saat ini, mahasiswa
lebih gemar mendengarkan ceramah dosen di kelas tanpa mengkritisi apa yang
disampaikan dosen. Padahal, dosen bukan Dewa yang selalu harus diikuti
kata-katanya (Soe Hok Gie). Bahkan, dunia kampus terlihat sepi ketika kegiatan
perkuliahan usai. Sebab mahasiswanya telalu bangga dengan sebutan kupu-kupu
(kuliah pulang-kuliah pulang). Begitupun mahasiswa terlalu senang ketika
disebut sebagai mahasiswa kunang-kunang, kuliah nangkring-kuliah nangkring.
Bagus, kalau
misalnya tempat nangkringnya adalah ruang baca, diskusi, dan ataupun ruang
intelektualitas lainnya. Tetapi, bukan perpustakaan atau ruang diskusi yang
menjadi tempat nangkring, akan tetapi mall, bioskop, dan tempat hiburan
lainnyalah yang menjadi tempat nangkring. Apakah ini budaya mahasiswa,
entahlah.
Militansi mahasiswa
sudah tidak kita temui saat ini, jiwa kekritisannya sudah ternodai oleh budaya
barat dan K-Pop ala korea. Mahasiswa saat ini sudah dijajah oleh budaya luar,
terasing oleh budaya sendiri. Sungguh menyakitkan ketika bangsa ini
dipersandingkan dengan negara lain (Malaysia, Brunei, dll), Indonesia selalu
tersisih dan terasingkan.
Mahasiswalah yang
semestinya harus keluar dari singgasana hedonisme dan konsumtif, menuju
singgasana yang lebih megah lagi yaitu singgasana kemerdekaan sejati. Sudah
saatnya mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control
untuk menjadi komando terdepan kemajuan bangsa ini. Bobroknya peta
perpolitikan bangsa ini, seharusnya memicu untuk mendobrak degradasi moral
politik kebangsaan. Semoga, mahasiswa menemukan kembali gairah kritis, dan
intelektualitasnya.
Label: ESAI