KONSEP PERPUSTAKAAN DI ERA MILENIUM KETIGA
Pustakawan Di Fikom Library and Knowledge Centre (FLKC) sedang melayani pemustaka |
Bukti sejarah
di atas sebagai contoh konkrit betapa peradaban di Asia, khususnya di Indonesia
telah berkembang pesat pada waktu itu. Aktifitas menulis pada sebuah prasasti,
tidak akan terjadi jika aktifitas membaca tidak pernah terjadi sebelumnya. Jadi,
aktifitas dan kegiatan membaca sebetulnya sudah terjadi semenjak berabad-abad
yang lalu berdasarkan bukti sejarah tadi.
Pertanyaan
mendasar yang boleh penulis tawarkan di sini adalah, apa yang mereka baca.?
Jawabannya sangat sederhana sekali sebetulnya, kerajaan Kutai yang berjaya pada
masa itu, yaitu sekitar abad ke-5 masehi di Kalimantan Timur, tentunya pemerintahan
pada waktu itu dalam rangka mencerdaskan rakyatnya diaktualisasikan dalam
kegiatan-kegiatan kerohanian yang berlangsung, terbukti pada masa pemerinatahan
Mulawarman, yang oleh rakyatnya dikenal sebagai raja yang dermawan. Mulawarman
sebagai raja dari kerajaan Kutai, dan juga sebagai pengikut setia Dewa Syiwa , ia
memberikan sebuah pelajaran kerohanian kepada rakyatnya dalam bentuk yang
bermacam-macam. Namun, intinya kegiatan membaca sudah ada pada masa itu,
sehinga dengan demikian peradaban membaca sudah ada semenjak dahulu kala. [2]
Di era
milenium yang saat ini kita jalani, bagaimana kegiatan membaca
diaktualisasikan.? Dalam sebuah laman web, diceritakan bahwa di Jepang,
kegiatan membaca sudah menjadi budaya yang tidak bisa terlepas dari kehidupan
mereka sehari-hari. Entah itu dalam sebuah perjalanan, baik di Kereta Api dan
semacamnya, kegiatan membaca menjadi sebuah pemandangan menarik untuk kita
saksikan.[3]
Hanya saja fenomena di Indonesia
saat ini, sungguh sangat memilukan, kegiatan membaca seakan tidak menjadi hal
yang urgen dalam kehidupan masyarakat Indonesia kebanyakan. Jarang kita
temukan, aktifitas dan kegiatan membaca di Indonesia, apalagi dalam kendaraan
transportasi seperti Kereta Api dan
sebagainya, sangat sulit untuk menemukan orang-orang sibuk dengan kegiatan
membaca, kalaupun ada masih bisa dihitung dengan jari.
Maka dari
itulah, kesadaran terhadap kepentingan informasi dengan aktualisasi membaca,
harus menjadi acuan utama dalam beraktifitas. Nah, kesadaran akan pentingnya
aktualisasi membaca (teks) di sini harus sesegera mungkin direalisasikan,
lebih-lebih dalam dunia akademis, sehingga nantinya tidak ada istilah sarjana instant.
Tentunya,
lembaga-lembaga perpustakaan (librarian
institutions) yang ada saat ini harus menjadi media yang bisa menyadarkan
betapa pentingnya kegiatan dan akitifitas membaca, untuk mendapatkan informasi.
Ketika masayarakat kita Indonesia
sudah menjadi masyarakat yang cinta terhadap membaca, maka proses pembodohan
tidak akan pernah ada. Oleh karena itulah, lembaga-lembaga perpustakaan (librarian institution) yang menarik, harus
menjadi langkah solutif.
Sebagai sebuah
prolog, tulisan ini hanya ingin menghantarkan sebuah tema besar menganai
“Konsep Perpustakaan Di Era Milenium Ketiga.” Dengan harapan, nantinya
perpustakaan tidak hanya terkungkung dan berjibaku sebagai sebuah tempat yang
tidak nyaman. Melainkan, nantinya diharapkan perpustakaan bisa menjadi sebuah
tempat ataupun lembaga, yang di dalamnya terdapat pusat informasi, pusat
pendidikan, pusat rekreasi, dan pusat penelitian, begitulah kalau meminjam
istilah Drs. Dian Sinaga dalam bukunya.[4]
Tulisan ini,
di samping sebagai sebuah mediasi ilmiah untuk melahirkan sebuah konsep dan
teori baru, tulisan ini juga bermaksud untuk mengkaji bagaimana perpustakaan berperan
dalam kehidupan manusiadi era milenium ketiga ini. Dalam tulisan ini pula,
selain penulis melengkapi dengan teori-teori para ahli, penulis juga ingin
menjelaskan bagaimana aktualisasi perpustakaan dengan berbagai
komponen-komponennya. Maka untuk membantu dan mendukung tulisan ini, penulis
merujuk terhadap sebuah buku yang ditulis oleh Drs. Dian Sinaga, dengan judul Ilmu Perpustakaan dan Profesi Pustakawan.
Perpustakaan (library) dalam Lintasan Sejarah
Sejarah yang
tengah bersinggungan dengan kita saat ini, merupakan sebuah rekaman dan
perjalanan kehidupan masa lalu. Segala sesuatu tidak akan pernah terlepas dari
proses sejarah dalam kehidupan ini, kehidupan yang tengah kita jalani saat ini,
adalah sejarah bagi generasi masa mendatang. Hanya saja tidak sesederhana itu
mengenai sejarah itu sendiri.
Dalam
sebuah keterangan peradaban summeria, telah meninggalkan sebuah peninggalan tulisan pahatan pada sebuah tanah
liat, yang kemudian disimpang disebuah perpustakaan yang diberi nama Nineveh , yaitu sebuah perpustakaan pada Mesir
Purba.[5]
Dengan kata lain, ditemukannya sebuah peninggalan bersejarah pada masa lalu,
menjadi cikal bakal terbentuknya dan berdirinya sebuah perpustakaan. Boleh
dibilang ditemukannya prasasti yupa seperti
yang ditulis di atas juga menjadi alasan kenapa harus didirikan sebuah
perpustakaan. Hal ini tiada lain untuk menyimpan rekaman sejarah tersebut dalam
bentuk buku dan sebagainya.
Kebutuhan
terhadap informasi, menjadi sebuah catatan penting kenapa harus ada
perpustakaan. Perpustakaan memiliki pengertian yang sangat luas, The Oxford English Dictionary, mengartikan
perpustakaan itu sebagai sebuah tempat buku-buku yang diatur untuk dibaca dan
dipelajari atau dipakai sebagai bahan rujukan. The American Library Association, memberinya pengertian sebagai
pusat media, pusat belajar, sumber pendidikan, pusat informasi, pusat
dokumentasi dan pusat rujukan. Namun, bagi Anton Sholihin, selaku pemilik
Perpustakaan Batu Api, perpustakaan sebenarnya tidak hanya berkutat pada buku
saja, melainkan perpustakaan juga harus bisa menyediakan informasi dalam bentuk
visual, seperti kaset, video dokumenter, ataupun film.[6]
Dalam
kenyataan yang demikian, maka memang benar seharusnya fungsi universal
perpustakaan sebagai pusat informasi, pusat pendidikan, pusat rekreasi, dan
pusat penelitian, bisa direalisasikan semaksimal mungkin. Bukan hanya sekedar
menjadi gudang tempat bertumpuknya buku-buku dalam berbagai disiplin ilmu yang
tidak bisa digunakan sebagai media membaca.
Dari
berbagai pengertian di atas, penulis mengambil sebuah pengertian yan bagi
penulis cukup mendekati terhadap kebenaran, dan korelasinya dalam aktualisasi
kehidupan, boleh dibilang pengertian ini merupakan gabungan antara pengertian The Oxford English Dictionary, The American
Library Association dan pendapat Anton Sholihin, yaitu, perpustakaan (library)
merupakan sebuah tempat, yang di dalamnya terdapat koleksi buku-buku, musik (dalam bentuk kaset/CD), film, video
dokumenter, yang terorganisasi dengan baik, memiliki managemen, administrasi,
organisasi (organizing) dan
seterusnya.
Perpustakaan (library); Fungsi dan Berbagai Komponen
di dalamnya
Sebagaimana
pengertian yang penulis paparkan sebelumnya, perpustakaan yang ada saat ini
telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Walaupun terkadang masi ada
oknum tertentu yang seakan memarginalakan keberadaan perpustakaan sebagai
sebuah lembaga ataupun sebagai sebuah organisasi. Perpustakaan dalam
cakupannya, terdiri dari beberapa macam, yaitu perpustakaan sekolah, perpustakaan
daerah, perpustakaan umum, ataupun perpustakaan nasional.
Meminjam
istilah Drs. Pawit M. Yusuf, ada sebuah perpustakaan yang disebut sebagai
perpustakaan khusus. Ia juga menyatakan bahwa perpustakaan khusus bias dibilang
sebagai perpustakaan instansi, perpustakaan kerja, perpustakaan dinas, atau
bisa pula disebut sebagai perpustakaan lembaga. Ia juga menambahkan bahwa
perpustakaan khusus merupakan sebuah perpustakaan yang berada di bawah naungan
lembaga-lembaga (khusus) dan mempunyai tujuan atau visi da misi yang berbeda
dari perpustakaan lainnya.[7]
Perpustakaan
sebagai sebuah tempat atau lembaga, tentunya tujuan utamanya tiada lain untuk
memberikan sebuah literasi informasi kepada siapa saja yang membutuhkan. Dengan
demikian, secara sadar informasi merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan
lagi keberadaannya. Untuk itulah, informasi tersebut harus memilki nilai-nilai
khusus yang dikandungnya sebagai sebuah literasi. Secara mendasar nilai-nilai
yang terkandung dalam informasi terbagi menjadi empat sub bagian, yaitu,
informasi akan bernilai jika disampaikan dengan cara yang tepat (way), disampaikan dengan media yang
tepat (medium), disampaikan kepada
orang yang tepat (person komunican)
dan informasi tersebut akan terkandung nilai jika disampaikan pada saat yang
tepat.[8]
Bagaimana Konsep
Perpustakaan di Era Milenium ketiga?
Era milenium (millennium) saat ini, menjadi era yang
sarat akan modernisasi dan globalisasi dalam berbagai hal. Untuk itulah,
Perpustakaan juga harus memiliki acuan perkembangan yang harus dicapai dari
masa ke masa. Di sini, penulis akan mencoba untuk menuliskan sebuah konsep
perpustakaan di era milenium ketiga ini. Dengan harapan konsep dan desain
perpustakaan yang penulis tawarkan bisa menjadi konsep perpustakaan masa depan
yang bisa memenuhi kebutuhan, selah satunya sebagai sebuah literasi ilmiah.
Berkaca
terhadap perpustakaan Batu Api, yang sudah kurang lebih berumur sepuluh
tahunan, memberikan sebuah pandangan terhadap penulis bagaimana seharusnya
perpustakaan mengambil alih dalam seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Hal ini,
telah sedikit banyak dipenuhi oleh perpustakaan Batu Api. Hanya saja, manajemn
dan organizingnya masih belum cukup bisa dibilang kurang.
Saat
ini, ketika semua dimensi keilmuah telahd mengarah kepada aktualisasi
teknologi, tentunya perpustakaan juga harus sudah mulai membangun demi kemajuan
peradaban keilmuan, khususnya di negeri kita Indonesia . Setelah melakukan
berbagai mediasi ilmiah, penulis mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa
perpustakaan harus menjadi media, alat, lembaga ataupun organisasi yang bisa
menjadi literasi pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Tidak hanya itu
pula, bagi paham penulis perpustakaan tidak hanya harus terfokus terhadap ranah
konseptual belaka, melainkan harus mempunyai aktulisasi yang mumpuni.
Bagi
penulis, perpustakaan diposisikan sebagai sebuah lembaga yang terorganisir
dengan baik, yang di sehingga, manajeme, administrasi dan organsisasi
perpustakaan tersebut bisa kelihatan layak untuk dijadikan sebai sebuah
literasi ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah perpustakaan yang terkonsep sebagai
sebuah lembaga atau organisasi, tentunya harus memiliki aturan main. Sehingga,
nantinya dengan pembagian tugas yang telah terkonsep bisa menjadi aktualisasi
dari pustakawan, staf dan bagian tertentu dalam perpustakaan tersebut.
Sebuah
lembaga yang teroganisir dengan baik, tentunya akan memiliki etos kerja yang
baik pula. Hal tersebut tentunya akan melingkupi sebuah komponen organisasi (organizing), yang baik dan akurat
seperti yang dipaparkan oleh Drs. Pawit M. Yusuf dengan menguti teorinya Terry
yang terkenal, yaitu, lembaga yang terorganisasi dengan baik akan melingkupi komponen
dan capaian kerja POAC, yaitu, planning,
Organizing, Actuating dan Controling.[9]
Dengan
demikian, pencapaian perpustakaan akan benar-benar bisa menjadi sebuah perpustakaan
masa depan, yang bisa menempatinya sebagai pusat informasi, pusat pendidikan,
pusat rekreasi dan pusat penelitian, di era milenium ketiga saat ini.
DAFTAR BACAAN
Sinaga, Dian., 1997, Ilmu
Perpustakaan dan Profesi Pustakawan, Bandung :
Penerbit Anggota IKAPI
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti,
diakses pada Senin, 24 Oktober 2011 (22:02 WIB)
http://wwwsdntamnbakmerak.blogspot.com/,
diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (22:34 WIB)
http://baltyra.com/2010/01/19/budaya-membaca-di-jepang/,
diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (23:05 WIB)
[1]
Ternyata persepsi barat mengenai bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang tidak memiliki peradaban, merupakan sebuah kecerobohan
dalam menyimpulkan sebuah pernyataan tentang bangsa kita Indonesia . Sebuah bukti autentik,
dengan ditemukannya sebuah prasasti yupa yang
diyakini oleh para sejarawan berasal dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur.
Sungguh, telah mementahkan pernyataan barat mengenai bangsa kita Indonesia
yang tidak memiliki peradaban. Maka dari itulah, benar adanya, jika Indonesia
sebagai bangsa yang kaya sejarah dan perabadan. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti,
diakses pada Senin, 24 Oktober 2011 (22:02 WIB)
[2]
Untuk lebih jelasnya, lihat, http://wwwsdntamnbakmerak.blogspot.com/,
diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (22:34 WIB)
[3] Lihat,
http://baltyra.com/2010/01/19/budaya-membaca-di-jepang/,
diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (23:05 WIB)
[4]
Dalam sebuah pengantar bukunya, Drs. Dian Sinaga, menyatakan bahwa fungsi
universal dari perpustakaan itu, yakni, sebagai sebuah pusat informasi, pusat
pendidikan, pusat rekrealsi, dan pusat penelitian. Lebih lengakpanya, baca,
Drs. Dian Sinaga, Ilmu Perpustakaand an
Profesi Pustakawan, penerbit Anggota IKAPI, Bandung , th. 1997, hlm. ix
[5] Data
yang penulis ambil merunut pada sebuah keterangan dalam bentuk Power Point yang dijadikan sebagai materi pelatihan
singkat penelolaan perpustakaan di Universitas Pasundan, Bandung , Selasa 7 Maret 2006.
[6]
Dalam sebuah perbincangan, saya (penulis) menanyatakan sebuah konsep
perpustakaan menurut mas Anton Sholihin, selaku pemilik Perpustakaan Batu Api,
di daerah Jatinangor, yang berdiri sudah semenjak 1999 tahun yang lalu.
[7]
Baca, Drs. Pawit M. Yusuf, Apa dan
Bagaimana Perpustakaan Khusus, dalam bukunya Drs. Dian Sinaga, Ilmu Perpustakaan dan Profesi Pustakawan, penerbit
Anggota IKAPI, Bandung ,
th. 1997, hlm. 27
[8] Dalam
sebuah mata kuliah pengantar Ilmu
Indomrasi dan Perpustakaan (19/08/’11), Nurmaya Prahatmaja, selaku dosen
pengampu Pengantar Ilmu Informasi dan Perpustakaan, menyampaikan materi tentang “Konsep
Perpustakaan, Lembaga atau Unit Informasi dan Kepustakaan (librarianship). Dalam penyampaiannya, Nurmaya, menyampaikan
beberapa nilai-nilai informasi yang terkandung di dalamnya.
[9]
Baca, Drs. M. Yusuf, Manajemen,
Administrasi dan Organisasi Perpustakaan, dalam bukunya Drs. Dian Sinaga, llmu Perpustakaan dan Profsi Pustakawan, penerbit
Anggota IKAPI, Bandung ,
th. 1997, hlm. 14
Label: Tugas Kuliah
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda