Senin, 05 November 2012

KONSEP PERPUSTAKAAN DI ERA MILENIUM KETIGA

Pustakawan Di Fikom Library and Knowledge Centre (FLKC) sedang melayani pemustaka
Dunia membaca sudah mulai mengakar di berbagai belahan dunia semenjak berabad-abad yang lalu, fenomena ini dilatar belakangi hausnya informasi yang menjerat diri seorang pembaca (reader), sehingga ia harus membaca supaya kehausan terhadap informasi bisa terpenuhi dengan aktifitas membaca. Bukti sejarah mengenai peradaban masa lalu, telah menjadi titik temu tentang sebuah realitas dari aktifitas membaca di masa lalu. Penemuan sebuah prasasti bersejarah di Indonesia yang diyakini oleh para sejarawan berasal dari abad ke-5 masehi, yang kemudian dikenal sebagai prasasti yupa, menjadi bukti yang cukup autentik betapa peradaban Indonesia di masa lalu telah berkembang pesat.[1]
Bukti sejarah di atas sebagai contoh konkrit betapa peradaban di Asia, khususnya di Indonesia telah berkembang pesat pada waktu itu. Aktifitas menulis pada sebuah prasasti, tidak akan terjadi jika aktifitas membaca tidak pernah terjadi sebelumnya. Jadi, aktifitas dan kegiatan membaca sebetulnya sudah terjadi semenjak berabad-abad yang lalu berdasarkan bukti sejarah tadi.
Pertanyaan mendasar yang boleh penulis tawarkan di sini adalah, apa yang mereka baca.? Jawabannya sangat sederhana sekali sebetulnya, kerajaan Kutai yang berjaya pada masa itu, yaitu sekitar abad ke-5 masehi di Kalimantan Timur, tentunya pemerintahan pada waktu itu dalam rangka mencerdaskan rakyatnya diaktualisasikan dalam kegiatan-kegiatan kerohanian yang berlangsung, terbukti pada masa pemerinatahan Mulawarman, yang oleh rakyatnya dikenal sebagai raja yang dermawan. Mulawarman sebagai raja dari kerajaan Kutai, dan juga sebagai pengikut setia Dewa Syiwa, ia memberikan sebuah pelajaran kerohanian kepada rakyatnya dalam bentuk yang bermacam-macam. Namun, intinya kegiatan membaca sudah ada pada masa itu, sehinga dengan demikian peradaban membaca sudah ada semenjak dahulu kala. [2]        
Di era milenium yang saat ini kita jalani, bagaimana kegiatan membaca diaktualisasikan.? Dalam sebuah laman web, diceritakan bahwa di Jepang, kegiatan membaca sudah menjadi budaya yang tidak bisa terlepas dari kehidupan mereka sehari-hari. Entah itu dalam sebuah perjalanan, baik di Kereta Api dan semacamnya, kegiatan membaca menjadi sebuah pemandangan menarik untuk kita saksikan.[3] Hanya saja fenomena di Indonesia saat ini, sungguh sangat memilukan, kegiatan membaca seakan tidak menjadi hal yang urgen dalam kehidupan masyarakat Indonesia kebanyakan. Jarang kita temukan, aktifitas dan kegiatan membaca di Indonesia, apalagi dalam kendaraan transportasi seperti Kereta  Api dan sebagainya, sangat sulit untuk menemukan orang-orang sibuk dengan kegiatan membaca, kalaupun ada masih bisa dihitung dengan jari.
Maka dari itulah, kesadaran terhadap kepentingan informasi dengan aktualisasi membaca, harus menjadi acuan utama dalam beraktifitas. Nah, kesadaran akan pentingnya aktualisasi membaca (teks) di sini harus sesegera mungkin direalisasikan, lebih-lebih dalam dunia akademis, sehingga nantinya tidak ada istilah sarjana instant.
Tentunya, lembaga-lembaga perpustakaan (librarian institutions) yang ada saat ini harus menjadi media yang bisa menyadarkan betapa pentingnya kegiatan dan akitifitas membaca, untuk mendapatkan informasi. Ketika masayarakat kita Indonesia sudah menjadi masyarakat yang cinta terhadap membaca, maka proses pembodohan tidak akan pernah ada. Oleh karena itulah, lembaga-lembaga perpustakaan (librarian institution) yang menarik, harus menjadi langkah solutif.
Sebagai sebuah prolog, tulisan ini hanya ingin menghantarkan sebuah tema besar menganai “Konsep Perpustakaan Di Era Milenium Ketiga.” Dengan harapan, nantinya perpustakaan tidak hanya terkungkung dan berjibaku sebagai sebuah tempat yang tidak nyaman. Melainkan, nantinya diharapkan perpustakaan bisa menjadi sebuah tempat ataupun lembaga, yang di dalamnya terdapat pusat informasi, pusat pendidikan, pusat rekreasi, dan pusat penelitian, begitulah kalau meminjam istilah Drs. Dian Sinaga dalam bukunya.[4]
Tulisan ini, di samping sebagai sebuah mediasi ilmiah untuk melahirkan sebuah konsep dan teori baru, tulisan ini juga bermaksud  untuk mengkaji bagaimana perpustakaan berperan dalam kehidupan manusiadi era milenium ketiga ini. Dalam tulisan ini pula, selain penulis melengkapi dengan teori-teori para ahli, penulis juga ingin menjelaskan bagaimana aktualisasi perpustakaan dengan berbagai komponen-komponennya. Maka untuk membantu dan mendukung tulisan ini, penulis merujuk terhadap sebuah buku yang ditulis oleh Drs. Dian Sinaga, dengan judul Ilmu Perpustakaan dan Profesi Pustakawan.

Perpustakaan (library)  dalam Lintasan Sejarah
            Sejarah yang tengah bersinggungan dengan kita saat ini, merupakan sebuah rekaman dan perjalanan kehidupan masa lalu. Segala sesuatu tidak akan pernah terlepas dari proses sejarah dalam kehidupan ini, kehidupan yang tengah kita jalani saat ini, adalah sejarah bagi generasi masa mendatang. Hanya saja tidak sesederhana itu mengenai sejarah itu sendiri.
            Dalam sebuah keterangan peradaban summeria, telah meninggalkan sebuah  peninggalan tulisan pahatan pada sebuah tanah liat, yang kemudian disimpang disebuah perpustakaan yang diberi nama Nineveh, yaitu sebuah perpustakaan pada Mesir Purba.[5] Dengan kata lain, ditemukannya sebuah peninggalan bersejarah pada masa lalu, menjadi cikal bakal terbentuknya dan berdirinya sebuah perpustakaan. Boleh dibilang ditemukannya prasasti yupa seperti yang ditulis di atas juga menjadi alasan kenapa harus didirikan sebuah perpustakaan. Hal ini tiada lain untuk menyimpan rekaman sejarah tersebut dalam bentuk buku dan sebagainya.
            Kebutuhan terhadap informasi, menjadi sebuah catatan penting kenapa harus ada perpustakaan. Perpustakaan memiliki pengertian yang sangat luas, The Oxford English Dictionary, mengartikan perpustakaan itu sebagai sebuah tempat buku-buku yang diatur untuk dibaca dan dipelajari atau dipakai sebagai bahan rujukan. The American Library Association, memberinya pengertian sebagai pusat media, pusat belajar, sumber pendidikan, pusat informasi, pusat dokumentasi dan pusat rujukan. Namun, bagi Anton Sholihin, selaku pemilik Perpustakaan Batu Api, perpustakaan sebenarnya tidak hanya berkutat pada buku saja, melainkan perpustakaan juga harus bisa menyediakan informasi dalam bentuk visual, seperti kaset, video dokumenter, ataupun film.[6]
            Dalam kenyataan yang demikian, maka memang benar seharusnya fungsi universal perpustakaan sebagai pusat informasi, pusat pendidikan, pusat rekreasi, dan pusat penelitian, bisa direalisasikan semaksimal mungkin. Bukan hanya sekedar menjadi gudang tempat bertumpuknya buku-buku dalam berbagai disiplin ilmu yang tidak bisa digunakan sebagai media membaca.
            Dari berbagai pengertian di atas, penulis mengambil sebuah pengertian yan bagi penulis cukup mendekati terhadap kebenaran, dan korelasinya dalam aktualisasi kehidupan, boleh dibilang pengertian ini merupakan gabungan antara pengertian The Oxford English Dictionary, The American Library Association dan pendapat Anton Sholihin, yaitu, perpustakaan (library) merupakan sebuah tempat, yang di dalamnya terdapat koleksi buku-buku, musik (dalam bentuk kaset/CD), film, video dokumenter, yang terorganisasi dengan baik, memiliki managemen, administrasi, organisasi (organizing) dan seterusnya.
     
Perpustakaan (library); Fungsi dan Berbagai Komponen di dalamnya
            Sebagaimana pengertian yang penulis paparkan sebelumnya, perpustakaan yang ada saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Walaupun terkadang masi ada oknum tertentu yang seakan memarginalakan keberadaan perpustakaan sebagai sebuah lembaga ataupun sebagai sebuah organisasi. Perpustakaan dalam cakupannya, terdiri dari beberapa macam, yaitu perpustakaan sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan umum, ataupun perpustakaan nasional.
            Meminjam istilah Drs. Pawit M. Yusuf, ada sebuah perpustakaan yang disebut sebagai perpustakaan khusus. Ia juga menyatakan bahwa perpustakaan khusus bias dibilang sebagai perpustakaan instansi, perpustakaan kerja, perpustakaan dinas, atau bisa pula disebut sebagai perpustakaan lembaga. Ia juga menambahkan bahwa perpustakaan khusus merupakan sebuah perpustakaan yang berada di bawah naungan lembaga-lembaga (khusus) dan mempunyai tujuan atau visi da misi yang berbeda dari perpustakaan lainnya.[7]
            Perpustakaan sebagai sebuah tempat atau lembaga, tentunya tujuan utamanya tiada lain untuk memberikan sebuah literasi informasi kepada siapa saja yang membutuhkan. Dengan demikian, secara sadar informasi merupakan kebutuhan yang tidak bisa dielakkan lagi keberadaannya. Untuk itulah, informasi tersebut harus memilki nilai-nilai khusus yang dikandungnya sebagai sebuah literasi. Secara mendasar nilai-nilai yang terkandung dalam informasi terbagi menjadi empat sub bagian, yaitu, informasi akan bernilai jika disampaikan dengan cara yang tepat (way), disampaikan dengan media yang tepat (medium), disampaikan kepada orang yang tepat (person komunican) dan informasi tersebut akan terkandung nilai jika disampaikan pada saat yang tepat.[8]
           
Bagaimana Konsep Perpustakaan di Era Milenium ketiga?
            Era milenium (millennium) saat ini, menjadi era yang sarat akan modernisasi dan globalisasi dalam berbagai hal. Untuk itulah, Perpustakaan juga harus memiliki acuan perkembangan yang harus dicapai dari masa ke masa. Di sini, penulis akan mencoba untuk menuliskan sebuah konsep perpustakaan di era milenium ketiga ini. Dengan harapan konsep dan desain perpustakaan yang penulis tawarkan bisa menjadi konsep perpustakaan masa depan yang bisa memenuhi kebutuhan, selah satunya sebagai sebuah literasi ilmiah.
            Berkaca terhadap perpustakaan Batu Api, yang sudah kurang lebih berumur sepuluh tahunan, memberikan sebuah pandangan terhadap penulis bagaimana seharusnya perpustakaan mengambil alih dalam seluruh disiplin ilmu pengetahuan. Hal ini, telah sedikit banyak dipenuhi oleh perpustakaan Batu Api. Hanya saja, manajemn dan organizingnya masih belum cukup bisa dibilang kurang.
            Saat ini, ketika semua dimensi keilmuah telahd mengarah kepada aktualisasi teknologi, tentunya perpustakaan juga harus sudah mulai membangun demi kemajuan peradaban keilmuan, khususnya di negeri kita Indonesia. Setelah melakukan berbagai mediasi ilmiah, penulis mendapatkan sebuah kesimpulan, bahwa perpustakaan harus menjadi media, alat, lembaga ataupun organisasi yang bisa menjadi literasi pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Tidak hanya itu pula, bagi paham penulis perpustakaan tidak hanya harus terfokus terhadap ranah konseptual belaka, melainkan harus mempunyai aktulisasi yang mumpuni.
            Bagi penulis, perpustakaan diposisikan sebagai sebuah lembaga yang terorganisir dengan baik, yang di sehingga, manajeme, administrasi dan organsisasi perpustakaan tersebut bisa kelihatan layak untuk dijadikan sebai sebuah literasi ilmu pengetahuan. Sebagai sebuah perpustakaan yang terkonsep sebagai sebuah lembaga atau organisasi, tentunya harus memiliki aturan main. Sehingga, nantinya dengan pembagian tugas yang telah terkonsep bisa menjadi aktualisasi dari pustakawan, staf dan bagian tertentu dalam perpustakaan tersebut.
            Sebuah lembaga yang teroganisir dengan baik, tentunya akan memiliki etos kerja yang baik pula. Hal tersebut tentunya akan melingkupi sebuah komponen organisasi (organizing), yang baik dan akurat seperti yang dipaparkan oleh Drs. Pawit M. Yusuf dengan menguti teorinya Terry yang terkenal, yaitu, lembaga yang terorganisasi dengan baik akan melingkupi komponen dan capaian kerja POAC, yaitu, planning, Organizing, Actuating dan Controling.[9]
            Dengan demikian, pencapaian perpustakaan akan benar-benar bisa menjadi sebuah perpustakaan masa depan, yang bisa menempatinya sebagai pusat informasi, pusat pendidikan, pusat rekreasi dan pusat penelitian, di era milenium ketiga saat ini.




DAFTAR BACAAN

Sinaga, Dian., 1997, Ilmu Perpustakaan dan Profesi Pustakawan, Bandung: Penerbit Anggota IKAPI
http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti, diakses pada Senin, 24 Oktober 2011 (22:02 WIB)
http://wwwsdntamnbakmerak.blogspot.com/, diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (22:34 WIB)
http://baltyra.com/2010/01/19/budaya-membaca-di-jepang/, diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (23:05 WIB)




[1] Ternyata persepsi barat mengenai bangsa Indonesia sebagai bangsa yang tidak memiliki peradaban, merupakan sebuah kecerobohan dalam menyimpulkan sebuah pernyataan tentang bangsa kita Indonesia. Sebuah bukti autentik, dengan ditemukannya sebuah prasasti yupa yang diyakini oleh para sejarawan berasal dari kerajaan Kutai, Kalimantan Timur. Sungguh, telah mementahkan pernyataan barat mengenai bangsa kita Indonesia yang tidak memiliki peradaban. Maka dari itulah, benar adanya, jika Indonesia sebagai bangsa yang kaya sejarah dan perabadan. Lihat, http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti, diakses pada Senin, 24 Oktober 2011 (22:02 WIB)
[2] Untuk lebih jelasnya, lihat, http://wwwsdntamnbakmerak.blogspot.com/, diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (22:34 WIB)
[3] Lihat, http://baltyra.com/2010/01/19/budaya-membaca-di-jepang/, diakses pada Senin 24 Oktober 2011 (23:05 WIB)
[4] Dalam sebuah pengantar bukunya, Drs. Dian Sinaga, menyatakan bahwa fungsi universal dari perpustakaan itu, yakni, sebagai sebuah pusat informasi, pusat pendidikan, pusat rekrealsi, dan pusat penelitian. Lebih lengakpanya, baca, Drs. Dian Sinaga, Ilmu Perpustakaand an Profesi Pustakawan, penerbit Anggota IKAPI, Bandung, th. 1997, hlm. ix
[5] Data yang penulis ambil merunut pada sebuah keterangan dalam bentuk Power Point  yang dijadikan sebagai materi pelatihan singkat penelolaan perpustakaan di Universitas Pasundan, Bandung, Selasa 7 Maret 2006.
[6] Dalam sebuah perbincangan, saya (penulis) menanyatakan sebuah konsep perpustakaan menurut mas Anton Sholihin, selaku pemilik Perpustakaan Batu Api, di daerah Jatinangor, yang berdiri sudah semenjak 1999 tahun yang lalu.
[7] Baca, Drs. Pawit M. Yusuf, Apa dan Bagaimana Perpustakaan Khusus, dalam bukunya Drs. Dian Sinaga, Ilmu Perpustakaan dan Profesi Pustakawan, penerbit Anggota IKAPI, Bandung, th. 1997, hlm. 27
[8] Dalam sebuah mata kuliah  pengantar Ilmu Indomrasi dan Perpustakaan (19/08/’11), Nurmaya Prahatmaja, selaku dosen pengampu Pengantar Ilmu Informasi dan Perpustakaan,  menyampaikan materi tentang “Konsep Perpustakaan, Lembaga atau Unit Informasi dan Kepustakaan (librarianship). Dalam penyampaiannya, Nurmaya, menyampaikan beberapa nilai-nilai informasi yang terkandung di dalamnya.
[9] Baca, Drs. M. Yusuf, Manajemen, Administrasi dan Organisasi Perpustakaan, dalam bukunya Drs. Dian Sinaga, llmu Perpustakaan dan Profsi Pustakawan, penerbit Anggota IKAPI, Bandung, th. 1997, hlm. 14

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda