Jumat, 15 Juni 2012

PERAN USES AND GRATIFICATION DALAM KOMUNIKASI MASSA

Oleh: Abd. Qadir Jailani 
Perkembangan komunikasi massa bukan menjadi hal yang baru lagi di berbagai kalangan, begitupun dengan perkembangan media massa yang lambat laun menjadi bagian dari perjalanan kehidupan manusia, baik dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Keberadaan media massa seakan menjadi wajib keberadaannya di tengah kehidupan manusia terkini.
Kalau dulu, keberadaan media massa tidak segencar dulu peranannya, namun saat ini keberadaan media menjadi nafas dari sebuah perjalanan kehidupan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Tentunya pertanyaan yang dulu sering dilontarkan banyak pihak mengenai apa yang mendorong kita untuk menggunakan media, bukan lagi menjadi pertanyaan yang esensial sekali, karena keberadaan dari media itu sendiri sudah mewakili jawaban dari pertanyaan tersebut.
Hanya saja terkadang, media massa tidak seutuhnya menjadi media yang berperan penting dalam proses akulturasi budaya media saat ini, melainkan agenda setting dengan dalih politik menjadi hal yang tidak wajar lagi dipertontonkan di negeri kita saat ini.
Terlepas dari hal yang demikian, pembahasan dalam tulisan ini mengacu terhadap peran uses and gratification dalam komunikasi massa. Jika sebelumnya kita mengenal beberapa teori jarum hipodermis,  teori peluru dan beberapa teori lainnya dalam komunikasi massa. Kedua teori tersebut menurut Elisabeth Noelle-Neumann (1973) sebagai “the concept of powerful mass media”.
Mengenai pembahasan uses and gratification dan peranannya dalam komunikasi massa, penulis merujuk terhadap buku Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi sebagai rujukan utama dalam tulisan ini. Karena bagi penulis buku tersebut cukup menarik dijadikan rujukan utama.

Pengertian Uses And Gratification
Pastinya kita akan bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dimaksud dengan uses and gratification tersebut. Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang cukup familiar di kancah civitas akademika. Karena tentunya, segala bentuk dan model teori dalam komunikasi massa memiliki pengertian dan makna yang dikandungnya.
Apabila sebelumnya kita mengenal teori peluru (bullet theory), ataupun teori jarum hipodermis yang dianalogikan bahwa pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasien. Sebagai contoh sederhana saat ini, berita yang menghangatkan seluruh antero negeri baru-baru ini, yaitu tentang konser Lady Gaga yang akan digelar Juni 2012  mendatang. Mayoritas media massa nasional (swasta) gencar-gencarnya menyiarkan dan mempertontonkan pemberitaan tersebut. Berbagai pro-kontra terjadi di kalangan masyarakat dan ormas-ormas Islam, seperti halnya FPI dengan keras menolak konser tersebut.
Bahkan di salah satu stasiun televisi, seperti TVONE, yang secara live menyiarkan dialog mengenai “Lady Gaga” dalam program Indonesion Lawyer Cup. Secara sepontan berbagai por-kontra tersebut telah menyita perhatian berbagai pihak. Media massa nasional yang seakan kontra dengan konser Lady Gaga tersebut, tentunya akan secara sepontan akan mempengaruhi masyarakat Indonesia.
Berbeda dengan teori ataupun model uses and gratification. Sederhananya teori ini mengusung bahwa individu sebagai makhluk suprarasional dan sangat selektif. Individu yang dimaksud di sini adalah seseorang yang menerima pesan dari media massa ataupun dengan adanya terpaan media massa, seseorang tersebut sangat selektif terhadap pesan yang diperoleh. Di samping itu pula individu tersebut sangat kritis memandang apakah pesan dan informasi tersebut benar atau salah. Sehingga boleh dibilang dalam aliran uses and gratification memang mengundang kritik.
Asumsi dalam Aliran Uses And Gratification
Mulanya, para pendiri model uses and gratification, seperti Elihu Katz, Jay G. Blumbler, dan Michael Gurevitch, menyatakan bahwa model tersebut menelliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial. Dalam aliran ini, peserta atau masyarakat media menjadi tokoh utama dalam menyikapi berbagai dampak yang terjadi. Boleh dibilang dalam aliran Uses and Gratification ini manusia dianggap sebagai individu supra rasional, yang selalu aktif dan kritis dalam menyikapi berbagai hal yang datang dari media massa tadi.
Meskipun dalam bentuk komunikasi massa, Uses and Gratification, penulsi bilang tidak bisa merujuk kepada tiga hal yang meliputi The Command Mode, The Service Mode, dan The Associational Mode. Kendatipun dalam The Service Mode, yang merupakan bentuk paling umum yang berlaku dalam hubungan antara pengirim dan penerima tersebut, terjalin kepentingan bersama dalam situasi pasar (penawaran dan permintaan jasa simbolik).
Bentuk komunikasi massa tersebut (The Service Mode), menyatakan bahwa komunikasi massa memberikan informasi dan hiburan, sedangkan khalayak memberikan perhatian terhadap informasi dan hiburan tadi. Pada proses komunikasinya, komunikasi massa dalam bentuk ini bersifat bersifat impersonal dan non-moral.  
Akan tetapi individu yang dimaksud dalam Uses and Gratification seperti disampaikan sebelumnya dianggap sebagai individu supra rasional yang selalu aktif dan kritis. Berbagai terpaan media massa yang ada, individu tersebut tidak mudah dipengarhui dan diintervensi oleh media massa yang ada. Keputusan akhir menerima atau tidaknya informasi yang datang dari media tersebut adalah si penerima pesan tadi.
Tidak mudah dipengaruhi oleh media, itulah yang menjadi kunci dalam aliran Uses and Gratification ini.

Peranannya dalam Komunikasi Massa
Media massa di sini sebagai pusat perhatian penulis dengan menyinggung aliran Uses and Gratification, tentunya menjadi kajian dan pembahasan yang selalu akan dibahas. Hal tersebut memang menarik untuk dibahas kembali, dengan menarik ulur suatu pembahasan yang tidak hanya menjadi perbincangan hangat dalam komunikasi massa.
Memang sudah zamannya mungkin, karena belakangan ini individu sebagai penerima pesan media sudah berpola pikir seperti aliran Uses and Gratification ini. Individu saat ini sudah jeli menyikapi berbagai terpaan media yang ada, dan kritis menyikapi informasi yang ada. Kritis di sini bisa suarakan dalam bentuk tulisan ataupun lisan, lihatlah media massa saat ini (televisi) yang banyak mengundang para pakar dalam memperbincangkan topik yang hangat.
Di sini terlihat betapa peranan Uses and Gratification, sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir dan pernyataan si penerima pesan ataupun individu supra rasional yang kritis tadi. Penulis ambil sebuah contoh kasus yang baru-baru ini gencar diperbincangkan di media, seperti grasi yang diberikan presiden terhadap terpidana kasus narkotika warga Negara asing yang bernama Schapelle Corby.
Media massa di negeri ini tengah gencar-gencarnya memperbincangkannya, dan bahkan di salah satu stasiun televisi di negeri ini mengundang berbagai tokoh dan pakar hukum untuk membahasnya. Dalam kasus ini, presiden seakan tersudutkan dengan keputusannya memberikan grasi tersebut. Terpaan media yang dipertontonkan ke publik baru-baru ini mengenai keputusan grasi tersebut.
Terlepas dari kasus tersebut, tentunya individu sebagai penerima pesan dari media massa akan mencari informasi tentang kasus tersebut. Sehingga individu tersebut bisa memutuskan sendiri mana yang benar dan mana yang salah.
Sebagai akhir kata, penulis sampaikan bahwa Uses and Gratification telah merubah tatanan berpikir individu selaku penerima pesan dari berbagai media yang masuk dalam tatanan komunikasi massa. Individu saat ini telah berhasil terlepas dari belenggu media, toh walaupun masih ada sebagian yang masih terbelenggu. Namun, sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melek informasi. Semoga demikian.. !


Sumber Tulisan:

Rakhmat, Jalaluddin. 2002. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prijana dan Samson. 2012. Hand Out Mata Kuliah Komunikasi Massa. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Adi Andojo Soetjipto, Alangkah “parah”-nya Pertimbangan itu, di kompas, rubrik opini pada Senin, 4 Juni 2012.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda