Selasa, 27 Oktober 2009

PESANTREN INSTITUSI PENDEWASAAN DIRI

     Dalam ranah kehidupan manusia, hal yang paling berharga dan yang paling dicari adalah kesenangan dan kebahagiaan hakiki. Mustahil dari segala upaya yang mereka perbuat hanya ingin mendapatkan materi yang merupakan unsur dari tercapainya kesenangan dan kebahagiaan sesaat, karena tak selamanya materi yang kita peroleh membawa dampak positif yang membawa diri kita kepada kesengan dan kebahagiaan hakiki. Contoh kecilnya saja Banyak orang yang kaya akan materi di dunia ini yang stress dan menyebabkan mereka harusa masuk rumah sakit gara-gara penyakit yang mereka derita. Tentunya untuk membawa segala upaya yang kita perbuat terhadap kesenangan dan kebahagiaan adalah rasa puas dan bangga akan apa yang telah kita perbuat, pastinya kita tidak mungkin mendapatkan kepuasan itu tanpa menenemen waktu. Karena dengan menejemen waktu yang terpatlah upaya untuk menjadikan segala upaya yang kita perbuat bisa kita nikmati dengan rasa puas dan rasa bangga. Dalam artian puas disini adalah keinginan hati nurani kita tercapai.
     Menejemen waktu yang tidak tepat kita lakukan akan membawa dampak negatif yaitu dampak buruk yang akan ditimbulkan. Utamanya sikap kurang dewasa yang akan kita alami, alasannya sederhana saja, bagaimana kita akan melaksanakan tugas kita sebagai manusia dengan baik dan istiqomah jika kita tidak memenej waktu dengan baik. Terbengkalailah segala aktifitas yang akan kita kerjakan.jika menejemen waktu dalam kehidupan kita tidak dilaksanakan dengan baik dan istiqomah.
     Tentunya, institusi-institusi pendidikan sangat berperan sekali dalam pelaksanaan menejemen waktu yang tepat dan mengarah. Tapi, tidak semua institusi-institusi pendidikan itu bisa berperan dengan baik dalam menejemen waktu, ironisnya banyak institusi pendidikan di tanah air khususnya memandang menejemen waktu hanya cukup direalisasikan dalam ruang kelas saja. Terbukti ketika siswa ataupun siswi di lembaga pendidikan negeri setelah mereka keluar dari ruang kelas, lembaga pendidikan negeri lepas tangan artinya lepas tanggung jawab dari apa yang mereka perbuat. Maka jangan disalahkan jika banyak para pelajar rusak moralnya, anarkisme dikalangan remaja pelajar terjadi di mana-mana, pergaulan bebas yang mengarah kepada seks bebas menjadi kegiatan rutinitas mereka di luar sekolah. Jika moral remaja kita rusak maka jangan diharapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa yang kuat.
     Beda halnya dengan institusi pendidikan yang disebut pesantren (Pondok Pesantren). Tidak hanya pendidikan agama saja yang dipelajari, melainkan menejemen waktu jadi prioritas utama dari pesantren. Menejemen waktu di Pondok Pesantren lebih dikenal dengan sebutan disiplin waktu, jika disiplin waktu berjalan dengan baik dan istiqomah maka segala aktifitas di Pondok Pesantren akan terlaksana dengan baik dan mengarah. Beribadah, Belajar, Berlatih dan Berprestasi (B4) akan terealisasi, intinya jika hidup kita ingin lebih bermakna B4 itu jadi kunci utamanya dengan berlandaskan kepada disiplin waktu. Lebih lagi sikap mandiri atau dalam bahasa lain sikap dewasa akan bisa kita raih, sikap dewasa ini bukan ditentukan oleh umur. Karena umur tidak menentukan kita bisa bersikap dewasa.
Sikap mandiri juga menjadi prioriatas utama pesantren, hidup mandiri jadi dambaan setiap manusia, namun tidak semua manusia bisa meraih kemandiriannya jika tidak dilatih mulia dini. Hal ini sudah direalisasikan oleh Pondok Pesantren sejak berabad-abad yang lalu. Santrinya diajari bagaiaman beribadah, belajar, berlatih dan berprestasi. Artinya, segala bentuk pola hidup semuanya diajari di Pondok Pesantren. Makanya bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara sangat menjunjung tinggi nilai pendidikan Pondok Pesantren.
Institusi pendidikan yang berlebel Islam (Pondok Pesantren) ini, mempunyai pandangan yang cerah kedepan yaitu untuk mencetak generasi muda yang kuat baik dalam keimanan, materi, kesehatan lebih khususnya lagi dalam pendidikan, melalui jalinan komunikasi dan koordinasi sambil mengusung semangat izzul Islam wal Muslimiin (kemuliaan Islam dan kaum Muslim) secara konsisten. Karena, Al-Qur’an telah dengan jelas-jelas mengingatkan kita supaya jangan meninggalkan generasi yang lemah baik dalam keimanan, materi, kesehatan, maupun pendidikan (QS. 4:9). Hal ini sudah sewajarnya memicu kaum Muslim.
     Akan tetapi, institusi Pendidikan Yang berlebel Islam (Pondok Pesantren) masih dianak tirikan oleh kalangan pemerintah. Apalagi Pondok Pesantren yang benar-benar tidak menggunakan sistem pendidikan Nasional dan masih setia dengan sistem lokalnya. Bisa dijamin pemerintah setempat khususnya, akan bertindak yang tidak senonoh dengan memberi kabar miring ijazah tidak diakui dan lain sebagainya. Sebenarnya pemerintah yang berbuat dan bersikap seperti itu adalah pemerintah bodoh yang memandang ijazah sebagai tolak ukur kesuksesan manusia hidup, padahal tidak.
     Oleh karenanya, sebelum penulis mengakhiri tulisan ini perlu kiranya belajar lebih dewasa lagi untuk menyikapi segala persoalan hidup. Khususnya bagi kalangan yang mendang ijazah sebagai tolak ukur kesuksesah hidup.. Wallahu A’lam Bisshowab.

Dimuat di Radar Madura (jawa pos grous) 25 Oktober 2009.

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda