Kamis, 27 Oktober 2011

SURAMADU DAN MEDITASI MORAL PEMUDA


Pasca peresmian SURAMADU oleh presiden Susilo Bambang Yudoyono 10 juni lalu. Pulau garam Madura seakan kedatangan wahana baru bagi perkembangan pendidikan dan penurunan kualitas moral pemuda madura. Bagaimana tidak, Madura yang dikenal sebagai pulau yang mendominasi daerah pesantren yang mengatas namakan pendidikan moral harus digusur dengan kebudayaan baru yang menyusup pasca peresmian SURAMADU. Hal ini terbukti dengan pemberitaan miring mengenai cewek Bispak (Bisa Pakai) yang terjaring dari siswi SMP dan SMA.
Oleh karena itu, penulis menganggap perlu membahas sepintas melalui tulisan sederhana ini mengenai hal tersebut. Sebenarnya siapakah yang patut disalahkan terhadap kejadian atau peristiwa tersebut?. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menanggapi tentang pertanyaan di atas.
Sebenaarnya, perlu kiranya diusut secara kritis mengenai cewek Bispak (Bisa Pakai) atau secara kasarnya bisnis esek-esek tersebut oleh bagian terkait khususnya pemerintah daerah (Pemda) sekitar yang terjaring bisnis esek-esek tersebut. Yang bertujuan untuk menumpas habis atau menghapus bisnis esek-esek tersebut. Entah sejak kapan, penulis juga tidak tahu kapan bisnis esek-esek ini beroperasi. Tapi yang jelas pasca peresmian SURAMADU-bisnis esek-esek ini baru terungkap.
Apakah mungkin apa yang dikatakan sebagian Ulama’ Madura mengenai SURAMADU. “Jikalau sampai SURAMADU terselesaikan dan diresmikan menjadi alat penyambung antara Surabaya-Madura, maka siap-siaplah Madura untuk menghadapi kerusakan moral. Walaupun pulau Madura ini mendominasi Pendidikan Pesantren tapi hal itu tidak menjamin keutuhan moral Madura”. Itulah yang bisa penulis tangkap dari sebagian Ulama’ Madura yang sangat Kontra terhadap pembangunan SURAMADU.
Tapi apa boleh buat nasi sudah menjadi bubur. SURAMADU sudah berdiri tegak dan terbentang diatas lautan selat Madura. Maka dari itu, perlu kiranya diadakan penertiban dan penyuluhan dalam hal ini tertuju terhadap pendidikan moral untuk mengarahkan dan mensterilkan pemuda Madura supaya tidak terbuai dengan budaya baru yang bersifat negatif yang masuk ke pulau Garam Madura ini. Nah, pasitnya yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan moral pemuda adalah orang tua. Karena peranan orang tua lebih mendominasi dari peran kiai dan guru di Madrasah atau sekolahnya masing-masing. Oleh karenanya, para orang tua perlu ekstra hati-hati dalam mendidik dan memasukkan anaknya kebangku pendidikan. Perlu diingat, bahwa pendidikan disekolah itu tidak menjamin kemaslahatan moral pemuda. Namun, alangkah baiknya jika para orang tua memasukkan anaknya kepada sektor pendidikan yang mengarah terhadap pendidikan moral dan akhlakul karimah, dalam hal ini Pondok Pesantren-lah yang mumpuni.
Sebagimana penulis katakan tadi, bahwa peranan orang tua sangat signifikan terhadap pemberdayaan pendidikan moral pemuda. Kemudian, setelah peranan orang tua. Peranan Guru yang berasal dari bahasa Arab “Mudarris”, dianggap perlu memperketat dalam standar pengajarannya khususnya dalam pendidikan moral. Karena Guru (Mudarris) menempati peringkat kedua setelah orang tua dalam hal hal pendidikan moral. Sedangkan Peranan Pemerintah menempati urutan ketiga dalam penyuluhan dan pendidikan dalam pembinaan moral pemuda Madura. Karena itulah, penulis sangat mengharapkan kepada Pemerintah Daerah Khususnya (Pemda) untuk mengadakan bimbingan secara khusus bagi mereka yang dianggap minim dalam pendidikan agamanya. Baik melalui sistem pendidikan Pesantren Kilat atau bahkan mereka diwajibkan untuk mukim (mendiami) pondok pesantren dalam masa pendidikannya. Kenapa penulis menyatakan seperti itu? Dikarenakan para cewek Bispak (Bisa Pakai) itu mayoritas dari siswi SMP atau SMA,dan penulis masih belum menemukan dari santriwati sebuah pondok pesantren.
Dalam hal ini, KH. Mohammad Tijani Jauhari, MA (Djauhari, 2008:82-84) mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren memiliki keunggulan yang kompetitif (excellences atau mazaya) dibanding dengan sistem pendidikan lainnya. Karena Pendidikan pesantren mengimplementasikan fungsi ibadah kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, sebelum penulis mengakhiri tuilsan sederhana ini, penulis tegaskan kembali bahwa meditasi atau pendidikan moral begitu signifikan dan begitu relevan untuk meminimalisir kerusakan moral pemuda Madura.Wallahu A’lam Bissowab.

Dimuat di Radar Madura Rabu 15 Juli 2009 M.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda