Rabu, 26 Oktober 2011

KEIMANAN DAN KETAQWAAN SEBAGAI KONTEMPLASI MENCAPAI TINGKATAN “INSAN KAMIL”

Pendahuluan
        Agama Islam telah menjadi solusi utama dalam menyelesaikan berbagai polemik, konflik dan keresahan umat manusia dari masa kemasa. Semenjak lahirnya peradaban manusia yang diawali dengan diturunkannya nabi Adam ke Bumi, dari sanalah peradaban manusia bermula dan sampai sekarangpun Agama Islam telah menjadi solusi umat manusia dalam menjalankan tatanan kehidupannya di muka bumi ini. Sehingga kehidupan manusia dengan secara normal berjalan seperti apa yang telah diatur oleh sang pencipta. Tidak bisa kita pungkiri, rotasi kehidupan manusia di muka bumi ini selamanya tidak akan pernah terlepas dari polemik dan konflik yang telah dengan sengaja atau tidak telah tercipta di tengah-tengah kehidupan manusia.
Untuk itulah, manusia di muka bumi ini membutuhkan sesuatu yang bisa menjadikan mereka hidup teratur dan bisa menyelesaikan berbagai polemik, konflik dan keresahan-keresahan yang mereka alami dalam kehidupan mereka. Dan agama Islam telah menjawab berbagai hal tersebut semenjak lahirnya peradaban manusia di muka bumi ini sampai sekarang.
      Pada tulisan ini, penulis lebih menekankan terhadap konten dan substansi-substansi yang lebih mengarah pada “Keimanan dan Ketaqwaan dan realisasinya dalam kehidupan beragama”. Berbagai polemik, konflik dan keresahan umat di masa lalu dan masa sekarang telah menjadi acuan utama dari lahirnya agama ke dunia ini.

     Secara garis besar agama diartikan sebagai suatu sistem credo atau dalam bahasa lain sebagai tata-keimanan atau tata keyakinan atas adanya sesuatu yang mutlak di luar diri manusia dan yang kita yakini sebagai Tuhan. Namun sebenarnya sampai kini masih belum ada definisi baik tentang agama yang disepakati oleh semua orang. Definisi-definisi yang diberikan sangat beragam, tergantung pada minat dan keahlian orang yang merumuskannya. Ada juga sebagian orang yang berpendapat bahwa agama disama artikan dengan “kebudayaan” tapi ada juga yang membedakan antara keduanya. Meskipun demikian hal itu bukanlah menjadi permasalahan cukup rumit dalam kajian ini. Seperti yang penulis paparkan di atas, tulisan ini lebih menekankan terhadap konten dan substansi dari “Keimaan dan Ketaqwaan dan bagaimana realisasinya dalam kehidupan beragama”
      Sedangkan Islam, Nurcholis Majid menulis dalam kata pengantar bukunya yang berjudul “Islam Agama Kemanusiaan; Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia” ia menyatakan bahwa Islam adalah agama universal, pertama-tama karena Islam sebagai sikap pasrah dan tunduk-patuh kepada Allah, Sang Maha Pencipta, adalah pola wujud (mode of existece) seluruh alam semesta. Pada baris setelahnya Nurcholis Majid juga menjelaskan secara jelas dalam bahasa yang tegas, bahwa seluruh jagad raya adalah wujud atau eksistensi ketundukuan dan kepasrahan (Islam) kepada Tuhan. Maka dari itulah, kepasrahan dan ketundukan merupakan kunci dasar dalam menjalankan dan melaksanakan kewajiban agama yang telah ditentukan secara jelas dan komprehensif baik dalam as-snunnah maupun dalam firmanNya.
       Endang Saifuddin Anshari menyatakan bahwa agama terbagi atas dua bagian besar, yaitu agama Thabi’i dan agama Samawi. Agama Thabi’ie, Endang menjabarkan bahwa agama Thabi’i merupakan agama Bumi, agama Filsafat, Agama Budaya, Natural Relegion, Dinu ‘t-Thabi’ie, Dinu ’l-Ardhi). Sedangkan Agama Samawi dinyatakan sebagai Agama Langit, Agama Wahyu, Agama Profetis, Revealed Religion, Dinu ‘S-Samawi.
    Islam adalah agama terakhir dan penyempurna dari agama-agama lainnya, Islam menjadi agama pembaharu dan penyelamat bagi umat. Islam adalah agama yang paling sempurna, tidak ada kebatilan dalam Islam, Islam adalah agama paling benar. Begitulah Mahmud Yunus menulis dalam bukunya “Al-Adyan” tentang Islam.
     Agama Islam telah membentuk suatu peradaban baru di muka Bumi ini. Kejahililahan menjadi poros utama pada masa awal Islam untuk bisa diselesaikan dan dihilangkan dari diri manusia. Pembentukan peradaban Islam bermula sejak diturunkannya Al-Qura’an yaitu pada mas Nabi Muhammad. Upaya Nabi Muhammad untuk meng-Islamkan umat pada masa itu telah sedikit banyak berhasil merubah paradima dan berpikir umat. Kehidupan teratur, aman dan sejahtera mulai dirasakan. Walaupun tidak sedikit yang mencibiri Agama Islam, dan bahkan angkat senjatapun dari pihak yang kontra terhadap Agama Islam. Namun, hal itu tidak pernah sedikitpun menjadikan Nabi Muhammad takut dan gentar untuk melanjutkan dakwahnya di muka Bumi ini untuk meng-Islamkan umat manusia. Maka seharusnya kita berterima kasih kepada Nabi Muhammad yang telah memperjuangkan Agama Islam sehingga kita pun merasakan nikmatnya yang begitu besar sampai sekarang.

Keimanan sebagai landasan utama beragama
       Segala sesuatu di dunia ini pasti tidak terlepas dari landasan utama dan sesuatu yang mendasari. Begitu pula dengan kehidupan beragama dan yang menjadi landasan utamanya dalam beragama adalah iman. Iman ketika dipahamai secara has merupakan rukun-rukun iman yang keenam yang meliputi, iman kepada Allah, Imana kepada Malaikat-malaikat –Nya, iman kepada Kitab-kitab-Nya, iman kepada Rasul-rasul-Nya, iman kepada Hari Akhirat dan iman kepada Qadha dan Qadar.
     Hal yang selalu bersinggungan dengan iman juga dikaitkan dengan aqidah. Aqidah secara etimologis diartikan sebagai ikatan dan sangkutan, secara teknis berarti kepercayaan, keyakinan, iman, creed dan credo. Pembahasan-pembahasan yang lebih rinci lagi dibahasa dalam arkanul iman yang kenam di atas. Mengenai arkanul iman akan dibahas secara perinci lagi dipembahasan selanjutnya.
Kepercayaan dan ketundukan kepada sang pencipta sebagaimana dipaparkan oleh Nurcholis Majid merupakan statemen komprehensif demi merealisasikan tugas dan kewajiban dalam agama Islam. Agama Islam telah mengatur tata cara kehidupan manusia mulai dari hal yang sangat sederhana sampai hal yang sangat berat sekalipun agama Islam telah mengaturnya secara perinci. Untuk itulah, ketika dasar dari agama Islam menjadi acuan utama dalam hidup yaitu “Iman” maka pencapain menjadi “insan kamil” akan bisa dicapai.
     Aturan dan tata cara hidup dalam agama Islam terangkum dalam “Syari’at Islam”. Syari’at Islam diartikan sebagai suatu sistem norma ilahi yang mengatur tatanan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan menusia dengan alam lainnya. Kaidah syari’at Islam secara garis besar terbagi atas dua bagian besar yaitu Qaidah ‘Ibadah dan Qaidah Mu’amalah. Secara khas Qaidah ‘Ibadah diartikan sebagai Qaidah ‘Ubudiyah yang mengatur tatanan kehidupan ritual hamba dengan Tuhannya yang cara, acara, tata cara dan upacaranya telah ditentukan secara terperinci dalam Al-Qur’an dan Sunnah-Rasul. Seperti halnya at-Thaharah (bersuci), as-Shalat, az-Zakat, as-Shaum dan al-Haj.
     Sedangkan Qa’idah Mu’amalah dalam arti luas merupakan tata aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Qa’idah mu’amalah masih terbagi lagi menjadi dua bagian¬¬ yaitu al-Qanunu ‘l-Khas atau yang lebih kita kenal dengan hukum perdata seperti hokum niaga, hokum nikah, hukum waris dan lain sebagainya. Yang kedua adalah al-Qanunu ‘l- ‘alam, kita mengenalnya dengan sebutan hokum publik yang meliputi hukum pidana, hukum kenegaraan, hukum perang dan damai, dan lain sebagainya. Begitu perincinya agama Islam mengatur tatanan kehidupan manusia di muka Bumi ini. Tidak salah jika Allah Swt., berfirma dalam Al-Qur’an yang artinya “Sesungguhnya Agama pada sisi Allah adalah Islam” (QS: 3: Al0 ‘Imron:19)

Ketaqwaan sebagai konsekuensi dari nyata keimanan
      Secara bahasa kata taqwa berasal dari bahasa arab “waqaya” yang memiliki arti takut, menjaga diri dari tanggung jawab dan memenuhi tanggung jawab. Untuk itulah orang yang taqwa kepada Allah Swt, adalah orang yang takut kepada larangan-laranganNya dan menjalankan apa-apa yang diperintahkanNya secara sadar, ikhlas dan tidak pernah mengeluh. Maka ketaqwaan pada diri seorang muslim menjadi sentral utama setelah keimanan yang disadari dan diaplikasikan dalam diri seorang muslim. Hanya saja di sisi lain, ketaqwaan hanya dianggap sebelah pihak bagi diri seorang muslim yang tidak memahami terhadap Agama Islam yang dianutnya. Maka dari itulah, pemahaman secara totalitas terhadap Agama Islam bukan hanya sekedar menjadi anjuran melainkan menjadi kewajiban bagi setiap diri orang muslim untuk menjapai derajat “insan kamil”.
     Menghidupkan iman dalam diri manusia beragama menjadi sebuah prioritas utama dalam beragama. Setiap pribadi muslim harus meyakini bahwa nilai iman akan terasa kelezatannya apabila secara nyata dimanifestasikan dalam bentuk amal sholeh atau tindakan kreatif dan prestatif. Iman merupakan energi batin yang memberi cahaya pelita untuk mewujudkan identitas dirinya sebagai bagian dari umat yang terbaik, kuntum khaira ummah, ukhrijat lin-nas, begitulah Rasulullah menyatakan dalam hadisnya. Sedangkan ketaqwaaan di sini menjadi konsekuensi nyata dari aplikatif keimanan yang dirasa oleh umat beragama yang melandaskan keimanan sebagai dasar agamanya.
     Dalam kaitannya Allah Swt, mentaa’kid betapa pentingnya ketaqwaan dalam diri seorang muslim yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujarat ayat 3 yang artinya “manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang palilng bertakwa”. Terealisasinya ketaqwaan apabila ruang lingkup dari ketaqwaan itu sendiri bias dijalankan sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah. Seperti halnya membina hubungan baik antara diri manusia dengan Allah Swt, Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, Hubungan manusia dengan sesama dan Hubungan manusia dengan lingkungan hidup. Kalau boleh disebut keempatnya terangkum dalam syari’at Islam sebagaimana disebutkan di atas.
Adeng Muchtar Ghazali menjelaskan bahwa kata taqwa dalam Al-Qur’an diulang selama 17 kali, yang berasal dari kata waqa-yaqi (sebagaimana di atas). Sedang kata taqwa dalam bentuk kalimat perintah terulang sebanyak 79 kali, dan “Allah Swt” yang menjadi objeknya sebanyak 56 kali, neraka 2 kali, hari kemudian 4 kali, fitnah (bencana) 1 kali dan tanpa objek sebanyak 1 kali dalam Al-Qur’an. Kemudian selebihnya yakni 15 kali, objeknya bervariasi seperti halnya Rabbakum (Tuhamu), al-ladzi khalaqakum (yang menciptakan kamu), al-ladzi amaddakum bi ma ta’malun (yang menganugerahkan kepada kamu anak dan harta benda) dan lain-lain.
     Dari sinilah kata Adeng Muchtar Ghazali dapat disimpulkan bahwa pada umumnya objek perintah bertakwa adalah Allah swt. Sedangkan istilah Muttaqien adalah bentuk faa’il (pelaku) dari ittaqa suatu kata dasar bentukan tambahan (mazid) dari kata dasar waqa, yang biasanya diterjemahkan menjadi “orang yang menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan”. Jadi secara keseluruhan kata muttaqien adalah menjaga diri untuk menyelamatkan dan melindungi diri dari semua yang merugikan yaitu dari kema-shiyatan, syirk, kemunafikan dan sebagainya.
     Dari saking pentingnya ketaqwaan dalam diri seorang muslim, sehingga Allah Swt, dengan sebegitu jelas memaparkan tentang manusia yang paling mulia di sisiNya hanyalah manusia yang bertaqwa kepadaNya dengan tanpa ada rasa mengeluh dan memberatkan diri terhadap ketaqwaannya. Tentunya sebagai umat muslim yang mengimani Al-Qur’an dan al-Hadits, hal itu menjadi pemicu bagi umat muslim untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya dari berbagai sektor, yang lebih penting tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan dan melaksanakan apa-apa yang telah dianjurkan dan diperintahkan kepada setiap pemeluk agama Allah yaitu Islam.

Arkanul Islam dan realisasinya dalam hidup
     Arkanul Islam atau yang lebih dikenal dengan sebutan rukun Islam atau dalam bahasa kasarnya merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh umat Islam secara kaaffah. Adapun Arkanul Islam tersebut, Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusanNya, Mengerjakan Shalat, Membayar Zakat, Berpuasa di bulan Ramadhan dan yang terakhir Naik Haji ke Baitullah bagi mereka yang sanggup mengerjakannya (Al-Hadits).
     Islam adalah satu-satunya Agama Samawi, agama sepanjang zaman, agama semua Nabi-nabi; Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Zakariya, Yahya dan Isa (‘alaihimu ‘s-Salam) serta nabi akhir zaman Muhammad saw. Sedangkan kelima rukun Islam tadi merupakan tonggak dari Agama Islam. Sehingga hal yang harus dilakukan pertama kali oleh umat Islam adalah mengerjakan rukun Islam dengan keimanan sebagai dasarnya. Sehingga harapan menjadi “insan kamil” bisa terwujud apabila ketaqwaan bisa dicapai dengan realisasi keimanan dan arkanul Islam yang maksimal.
     Realisasi arkanul Islam dalam kehidupan beragama sangat urgen sekali. Realisasinyapun harus secara bertahap dan tertib. Tentunya demi tercapainya tujuan-tujuah hidup dalam beragama. Nah, tujuan ini jika kita sederhanakan lagi adalah “visi dan misi” dalam ilmiahnya. Karenanya, visi seorang muslim adalah harapan dirinya untuk berada di jalan yang di ridhai Allah yang didorong oleh gemuruh kerinduannya untuk berjumpa dengan sang kekasihnya, yaitu Allah Swt. Sehingga dari itulah Allah swt. Berfirman dalam kitabNya “…barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dean janganlah dia mempersekutukan Tuhannya dengan sesuatu pun.” (al-Kahfi:110). Untuk itulah, rukun Islam yang pertama adalah percaya dan bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusanNya.
      Visi berarti pula memiliki “sense” bahwa dirinya pasti kembali ke tempat asal, kampong halaman tempat beristirahat dan menikmati selulruh hasil karya slama perantauan (dunia). Karena itulah tugas yang kedua yang harus dilaksanakan oleh umat muslim adalah mengerjakan ibadah shalat lima waktu, sebagai suatu kepasrahan, kepatuhan, ketundukan dan berserrah diri terhadap Sang Khaliq. Diibaratkan sebagai sebuah bangunan, shalat adalah tiang dari agama Islam. Karena itulah, apabila shalat kita baik maka baiklah seluruh amal perbuatan kita sebagai umat muslim. (al-Hadits)
     Manusia adalah makhluk yang mampu merencanakan dirinya di masa depan. Untuk itulah Bugenthal menyebutnya makhluk intensional, memiliki tujuan serta nila-nilai yang merupakan prinsip serta memiliki makna. Karena itulah setelah shalat ditunaikan oleh umat muslim, maka tuntutan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi yang lainnya termaktub dalam rukun Islam yang ketiga, yaitu membayar zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Membayar Zakat bertujuan untuk membersihkan diri kita dan harta yang kita miliki, sehingga zakat dibagi menjadi dua bagian yaitu zakat harta (apabila sampai satu nisab) dan zakat fitroh (badan). Sebagaimana diuraikan tadi, zakat dimaksudkan untuk membersihkan diri kita dari kotoran dan dosa.
      Tugas dan kewajiban umat Islam dalam arkanul Islam yang keempat adalah mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Secara prinsipil Islam dengan sebegitu jelas telah membentuk “nidhom atau peraturan” hidup manusia. Begitupula dalam hal menahan segala sesuatu yang mahrumat dan muharromat untuk kita kerjakan. Sedangkan puasa menjadi alat supaya kita bisa merealisasikan “nidhom atau peraturan” tadi. Ibadah puasa di bulan Ramadhan secara mendasar bertujuan untuk menahan berbagai hal yang cendrung menjadikan manusia lupa. Seperti halnya “nafsu”, oleh karenanya ibadah puasa di bulan Ramadhan menjadi ajang latihan umat Muslim. Di sisi lain, ibadah puasa dimaksudkan untuk menjadikan diri kita sehat jasmani dan rohani. Rasulullah dalam sebuah Hadistsnya menyatkan “Sumuu tasihhu”, berpuasalah kamu maka kamu akan sehat.
     Dan yang kelima, dari tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Muslim adalah melaksanakan ibadah Haji ke Baitullah bagi mereka yang mampu mengerjakannya, baik ketika berangkatnya maupun ketika kembalinya ke tempat asalnya. Namun, perlu di garis bawahi sebagian ulama’ Muslim menyampaikan bahwa untuk apa kita melaksanakan haji, jikalau keempat ibadah di atas tidak dikerjakan secara maksimal oleh umat Muslim. Tidak shalat, tidak zakat, tidak puasa dan seterusnya, maka haji yang dilaksanakannya tidak sah. Dalam ibadah Haji, segala sektor ibadah dalam arkanul Islam termuat di sana. Karena itulah, untuk apa kita melaksanakan ibadah haji jikalau kita tidak melakasanak arkanul Islam lainnya.
     Sedangkan “misi” umat muslim itu sendiri adalah untuk menjadi hamba Allah dan untuk menyebarkan kekuasaan Tuhan, sekaligus, kewajiban pribadi dan kolektif. Al-Qur’an menekankan dimensi sosial pengabdian kepada Tuhan, karena di bumi dan di masyarakatlah kehendak Tuhan harus diterapkan dan ditegakkan. Selagi umat manusia berasal dari sepasang orang trua yang satu, maka Tuhan juga “menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku” (QS:49:13)

Kesimpulan
     Visi dan misi umat muslim sebenarnya sangat sederhana sekali, hanya saja realisasinya yang kurang menjadi perhatian sebagian umat muslim. Hal ini dilatar belakangi pemahaman terhadap agama Islam, tidak dipahami secara totalitas. Sehingga pemahaman yang tidak totalitas terhadap agama akan berdampak kepada keimanan dan ketaqwaan yang minim.
     Maka dari itulah, di akhir tulisan ini penulis ingin memberi penyegaran kembali terhadap umat muslim yang belum bisa memahami terhadap ajaran agama Islam secara totalitas. Dan dari berbagai statemen yang telah penulis uraikan di atas, mungkin bisa memberi ilmu baru dan jalan keluar untuk bisa mencapai tingkatan atau derajat “insan kamil.”


DAFTAR PUSTAKA
Esposito, John L. Islam Warna-Warni; Ragam Ekspresi Menuju “Jalan Lurus”. PARAMADINA. Jakarta. 2004
http://amgy.wordpress.com/2008/02/22/taqwa-dan-implikasinya-terhadap-pendidikan/
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/pendidikan-agama-islam/tuhan-yang-maha-esa/view
Majid, Nurcholis. ISLAM Agama Kemanusiaan; Membangun tradisi dan Visi Baru islam Indonesia
Saifuddin Anshari, Endang. Wawasam Islam; Pokok-pokok pikiran tentang Islam dan Ummatnya. PUSTAKA-perpustakaan salman ITB. Bandung. 1403 H-1983 M
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta. Gema Insani Press 2002.
Yunus, Mahmud. Al-Adyan. Jakarta. Almaktabah as-Sa’diyah Putra. 1937

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda